Oleh: H. Tammasse Balla
Di dalam tubuh yang gagah, tetapi jiwa yang rapuh, laksana pohon besar yang lapuk di dalamnya. Sekilas tampak rindang, berdiri kokoh di pinggir jalan, namun cukup satu hembusan angin puting beliung untuk menumbangkannya. Begitulah bangsa yang hanya membangun badannya, tanpa terlebih dahulu membangun jiwanya.
Ketika Wage Rudolf Supratman menciptakan lagu kebangsan kita, Indonesia Raya, penggalan syairnya
“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya,” bukanlah sekadar susunan kata yang indah didengar. Itu adalah wasiat kebangsaan, seruan yang harus menggema dalam dada setiap anak negeri. Jiwa adalah pondasi, badan hanyalah bangunan yang bertumpu di atasnya. Tanpa jiwa yang kuat, tubuh hanyalah raga kosong, hidup tanpa arah, seperti kapal tanpa nakhoda yang terombang-ambing di samudera gelap.
Bangunlah jiwanya! Jiwa adalah pelita yang menerangi jalan. Ia ibarat matahari yang terbit di ufuk timur, menyapu kabut kelam yang menyelimuti negeri. Jiwa yang terang adalah jiwa yang penuh cinta akan kebenaran, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan tanggung jawab. Tanpa jiwa yang kuat, badan hanya menjadi beban yang mudah diombang-ambing oleh zaman.
Lihatlah bangsa-bangsa besar dalam sejarah! Mereka tidak sekadar kuat dalam raga, tetapi lebih dari itu, mereka memiliki jiwa yang kokoh. Jiwa yang terbentuk oleh pengorbanan, dibaja oleh ilmu, ditempa oleh akhlak. Bukan hanya sekadar menjulang tinggi seperti gedung pencakar langit, tetapi juga berakar kuat di dalam tanah sejarahnya sendiri.
Sebaliknya, lihatlah bangsa yang telah hancur! Mereka mungkin memiliki kemegahan dalam bangunan dan kekayaan materi, tetapi ketika jiwa mereka runtuh, semua itu menjadi sia-sia. Kekuasaan mereka laksana buih di lautan—membuncah sebentar, lalu lenyap ditelan ombak zaman.
Bangunlah badannya! Setelah jiwanya tegak, maka badan harus dibangun agar tidak lemah dan tak mudah tersungkur. Badan yang sehat adalah badan yang mampu bekerja, berkreasi, dan menghasilkan kemajuan bagi negeri. Seperti batang pohon yang telah memiliki akar kuat, maka ranting-rantingnya bisa berkembang, daunnya menghijau, dan buahnya bisa dinikmati oleh banyak orang.
Namun, apa jadinya jika badan yang dibangun tanpa jiwa yang utuh? Ia bisa saja berlari cepat, tetapi tidak tahu ke mana harus pergi. Ia bisa saja mengangkat beban berat, tetapi tidak tahu untuk apa? Seperti kereta api yang melaju kencang tanpa rel, akhirnya keluar jalur dan berakhir dalam kehancuran.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya! Insya Allah, akan lahirlah manusia-manusia yang utuh, yang tidak hanya cerdas secara ilmu tetapi juga berjiwa mulia. Akan tumbuh generasi yang tidak hanya kuat dalam tenaga, tetapi juga berani menegakkan bendera kebenaran. Indonesia tidak hanya akan dikenal karena kekayaannya, tetapi karena jiwa bangsanya yang luhur dan badannya yang kokoh.
Indonesia yang kita cintai ini bukanlah sekadar hamparan tanah luas atau gedung-gedung megah. Ia adalah jiwa yang bersemayam dalam dada setiap rakyatnya. Jika jiwanya rapuh, maka ia akan runtuh, tak peduli seberapa besar badannya. Jika jiwanya kuat, maka walau badai menghadang, ia akan tetap berdiri tegak.
Wahai anak negeri, bangunlah jiwamu terlebih dahulu! Didiklah ia dengan ilmu dan akhlak. Kokohkan ia dengan keimanan dan kejujuran. Setelah itu, bangunlah badanmu, agar kuat menanggung beban sejarah dan melangkah menuju masa depan. Hanya dengan cara itulah Indonesia Raya benar-benar akan menjadi jaya!