Oleh: Muhammad Sadar*
Perjumpaan dengan makhluk pilihan Tuhan dalam suatu kesempatan tak akan pernah diduga sebelumnya apalagi pada tempat nun jauh dari tanah kelahiran. Asbab perkenalannya pun telah dirancang oleh Tuhan melalui hubungan komunikasi antar personal dan jalinan perantaraan kegiatan atau agenda kerja lain.
Telah termaktub empat belas abad yang lampau dalam QS. Al-Hujurat: 13 “Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-bersuku supaya kamu saling kenal mengenal…”
Hikmah pelajaran atas analogi ayat ini menegaskan suatu keniscayaan kepada umat manusia bahwa kekuasaan Allah Swt dengan berbagai macam ras maupun golongan manusia akan melakukan relasi keterhubungan satu sama lain dengan segala aspek lingkungan komunitasnya.
Lingkungan profesi yang sangat strategis di bidang pertanian yang mengantarkan penulis kepada suatu wilayah yang biasa digelari negeri para dewa penulis. Negeri yang melahirkan berbagai penulis dan sastrawan, tokoh pergerakan dan pejuang kemerdekaan nasional, maupun ulama berkaliber internasional. Negeri tersebut adalah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat sebagai tempat perhelatan akbar Pekan Nasional Tani (Penas Tani XVI) Tahun 2023.
Sehari sebelum open ceremony Penas Tani XVI, di kompleks perkampungan kontingen petani Sulawesi Selatan pada hari Jumat, 09 Juni 2023, Bapak Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, dengan diiringi hujan lebat melakukan kunjungan ramah tamah terhadap petani peserta penas asal Sulawesi Selatan. Dalam suasana ramah tamah ini, penulis menyaksikan seseorang menyerahkan sebuah buku karya tulis sebagai kado kepada orang nomor satu di Sulawesi Selatan ini.

Dalam hati penulis bergumam dan meneguhkan niat bahwa buku yang diterima sang gubernur, penulis akan menelusuri asal buku tersebut dan berupaya untuk memperolehnya. Dengan penguatan afirmasi yang tulus, tak kusangka orang dengan tampilan yang sangat bersahaja yang setiap waktu shalat fardhu berjamaah di mushalla Babul Jannah perkampungan kontingen penas, akhirnya penulis bisa bertemu pemberi kado buku Generasi Emas Pemikir Gadang Minang kepada gubernur yang berinisial ASS. Dikalangan komunitas BN, penulis buku tersebut paling familiar dipanggil Bang RIM (Ruslan Ismail Mage).
Pada kesempatan pertemuan bersama Bang RIM, beliau tak pernah memperkenalkan media online Bengkel Narasi Indonesia yang didirikannya dan menghimpun segenap penulis pemula atau penulis berpengalaman, beliau tak menyinggung Sipil Institute yang digagasnya atau kolaborasi dengan institusi penerbitan sebuah buku, bahkan nama dan profesinya pun tak disebutkan kepada orang yang diajaknya diskusi di mushalla, namun putra kelahiran Soppeng tersebut hanya selalu berpesan untuk menulis…menulis dan menulis…

Selain itu, Bang RIM juga bertukar pikiran tentang sejarah hubungan humanisme antara dua suku bangsa di pulau Sumatera yaitu perkembangan sosial kemasyarakatan atau asimilasi orang Bugis dengan orang Minangkabau sejak beberapa abad yang silam. Bang RIM juga mengulas tentang peran ulama trio Datuk Minangkabau diantaranya Datuk riTiro, Datuk riBandang dengan Datuk Pattimang melakukan dakwah penyebaran Islam di masyarakat atau kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan hingga penduduk bumi Celebes dijamannya menganut agama Islam secara kaffah.
Tak lupa mentor para penulis tersebut, menjelaskan kearifan lokal mengaji surau di ranah Minang yang melahirkan tradisi ilmu bagi komunitas Minangkabau. Pertukaran budaya antar etnis maupun perniagaan turut dipaparkan hingga kondisi kepemimpinan nasional negeri ini jelang pesta demokrasi pemilu tahun 2024 lalu.
Ruslan Ismail Mage yang berjuluk teroris literasi itu juga kerap kali memprovokasi para peserta Penas yang lain untuk membangkitkan dunia kepenulisan di daerahnya. Fokus dunia literasi memang menjadi konsentrasinya dan tanpa menyadari bahwa penulis berhadapan dengan founder Bengkel Narasi Indonesia, PAI dan Sipil Intitute yang membidani lahirnya talenta-talenta penulis baru.
Sepekan telah berlalu di kota Padang dalam event nasional petani se-Nusantara, di halaman mushalla Babul Jannah yang menjadi saksi tanpa seorang pun yang melihat prosesinya. Sang mentor, akademisi, penggerak dan inspirator menyerahkan bukunya kepada penulis seperti buku yang diterima oleh sang gubernur asal daerah penulis, Sulawesi Selatan, juga buku yang sama diterima oleh para tokoh nasional bahkan pesohor negeri jiran.
Ketika transaksi kado buku berlangsung, juga disertai taklim literasi dari Bung RISMA dengan berkata, “Tulislah apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, lalu biarkan tulisanmu berjalan sendiri menemui pembacanya di ruang-ruang publik. Teruslah menulis tentang ilmu dan kebaikan. Tidak usah pedulikan orang yang tidak menyukainya.”
Khutbah literasi diakhiri dengan assessment singkat dari sang mentor dan mengurai potensi penulis pada angka kuantitatif sebesar 60 persen peluangnya mampu untuk menulis. Kekuatan inspirasi inilah yang sangat bertuah bagi penulis hingga mencapai dunia literasi dan memenuhi ruang-ruang publik melalui tulisan.
Melalui ajakan Bang RIM bergelut pada media berbasis on line di Bengkel Narasi Indonesia yang didirikannya, akhirnya penulis menemukan ruang literasi menulis untuk mengkonstruksi
jalan pikiran menjadi sebuah produk narasi. Struktur bangunan narasi didesain dari berbagai kegiatan lapangan dan pengalaman kerja yang dilengkapi dengan rujukan data valid dan kompatibel. Pada suatu percakapan di whats app, secara filosofis Bang RIM berucap bahwa, “benih yang disemai di masjid kecil
Kota Padang akhirnya mulai tumbuh dan akan menghasilkan buah.”
RIM menuliskan quotenya dalam sumpah pena yaitu, “Buah terlezat sepanjang masa yang bertahan dalam segala musim dan menjadi kegemaran para pemikir besar dunia adalah BUAH PENA. Dengan menulis akan mampu mengangkat penulisnya bertahta di puncak intelektualitas publik.”
Kemudian Bung RISMA dalam perjumpaan terakhir di serambi mushalla Babul Jannah menutup dakwah literasinya dengan memberi garansi candaan bahwa siapapun yang berkunjung ke negeri para dewa penulis yaitu Kota Padang, maka bersiaplah menjadi penulis sesungguhnya. Pasca launching buku Harapan Barru, Bang RIM kembali mengingatkan bahwa, “renungilah berkah shalat fardhu berjamaah di mushallah kecil Babul Jannah Kota Padang, petunjuk seorang pengembara ilmu yang mengatakan:
“bertemu dan berkenalannya dengannya sudah 80 persen menjadi penulis.”
Kini perkataan penjelajah ilmu itu sudah terbukti. Kini orang bijak dari gubuk sederhana samping rumah Tuhan di Bumi Minangkabau itu terus berkarya dan memberi motivasi dan inspirasi untuk menulis. Kekuatan pikir dan imajinasinya tetap bercahaya terang dengan sangat produktif melahirkan ide penulisan. Daya kritis dan pandangannya terhadap kondisi bangsa ini selalu dituangkan dan diwujudkan menjadi sebuah produk literasi yaitu buku karya ilmiah yang paling monumental.
Terakhir RIM berpesan kepada penulis, “Jangan pernah jenuh memposisikan dirinya sebagai murid kepada setiap orang yang ditemui, karena disitulah Tuhan tersenyum kepadamu.” Berjumpa dengan Bang RIM telah menciptakan progres yang sangat berarti dalam menyelami dunia literasi walau hanya sepekan di ranah Minang.
Salam rindu dan hormatku kepada Bapak Ruslan Ismail Mage. Semoga Bung RISMA terus berkarya yang bersenjatakan PENA beramunisi idealisme dan senantiasa dalam perlindungan dan rahmat Allah Swt.
Barru, 27 Rajab 1446-27 Januari 2025
*Warga Bengkel Narasi Indonesia, Jakarta