Oleh: Tammasse Balla

Di antara gemuruh langkah manusia yang berpacu dengan waktu, sebuah dompet kecil jatuh dari rak depan motor. Ia tergeletak tanpa suara, seolah-olah sehelai daun yang lepas dari dahan, terombang-ambing di udara sebelum akhirnya pasrah dalam pelukan aspal. Ia tidak menangis, tidak pula merintih. Namun, ia menanti. Menanti tangan-tangan yang akan membawanya pulang ke pemiliknya atau sebaliknya, mengasingkannya ke dalam saku orang asing.

Langkah pertama yang menghampiri bukan sang pemilik, melainkan seorang pemuda tanggung dengan mata berbinar. Ia melihat dompet itu bukan sebagai duka yang jatuh dari langit, melainkan sebagai hujan emas yang datang tanpa undangan. Sejenak, hati kecilnya berbisik: Ambillah, atau kembalikan? Namun, hasratnya lebih cepat daripada suara hati. Dengan sekali gerak, tangannya yang cekatan menyambar dompet itu, dan roda motornya pun menggerung seperti harimau yang mencium mangsa. Kamera CCTV menjadi saksi bisu, mencatat semuanya dalam lensa yang tak berbohong.

Andaikata pemuda itu mengulurkan tangan untuk mengembalikan dompet, ia mungkin akan menjadi seorang pahlawan di halaman kisah hidup seseorang. Barangkali, pemilik dompet akan memberi senyum penuh rasa terima kasih, mungkin juga mengisi telapak tangannya dengan sedikit hadiah. Namun, lebih dari itu, ia akan membawa pulang sesuatu yang lebih berharga dari lembaran uang: kejujuran, yang kelak akan menjadi pakaian jiwanya.

Namun, hasrat manusia sering kali seperti air bah, mengalir ke arah yang lebih mudah. Pemuda itu memilih menikmati durian runtuh. Ia mencium aroma keberuntungan, namun lupa bahwa keberuntungan yang dirampas bukanlah kenikmatan, melainkan racun yang lambat laun akan merasuk dan merusak jiwanya. Tak ada suara yang menegur, tak ada tangan yang mencegah. Dunia diam, seperti ia telah terbiasa melihat kecurangan merajalela.

Di sudut dunia yang lain, di bawah bayang-bayang Big Ben di Kota London yang anggun berdiri sebagai saksi waktu, sebuah dompet lain jatuh dari saku seorang pengelana. Ia jatuh seperti hujan yang kembali kepada tanah, tanpa suara. Namun, mata biru seorang gadis belia menangkap kejatuhan itu, seperti seorang ibu yang melihat anaknya tersandung di jalanan.

Tanpa ragu, gadis itu mengejar. Rambutnya yang pirang menari bersama angin London, dan langkah kecilnya seperti melodi yang dimainkan oleh trotoar kota. “This is your wallet,” katanya, sambil mengulurkan dompet itu dengan tangan mungilnya. Sang pemilik, yang masih larut dalam keindahan Sungai Thames, tersentak dari lamunannya. Saat ia meraba saku celananya, ia menemukan kekosongan, lalu menemukan keajaiban: seorang gadis remaja yang memilih menjadi pelindung kejujuran.

Hanya satu kata yang terlontar dari sang pengelana, “Thanks.” Namun, kata itu lebih berat daripada emas, lebih indah daripada permata. Gadis itu tersenyum, melambaikan tangan, dan berlalu dengan enteng, meninggalkan kesan yang jauh lebih mahal daripada isi dompet yang dikembalikannya. Kejujuran telah menjadi denyut nadi dalam dirinya, tidak menunggu pujian, tidak mengharap balasan.

Dalam perjalanan pulang, pemilik dompet bergumam, Seandainya di kampungku dompet ini jatuh, mungkin ia sudah menjadi milik orang lain. Di negeri yang asing, ia menemukan rumah bagi kejujuran, sementara di tanah kelahirannya, ia justru merasa menjadi tamu di antara tangan-tangan yang siap menyambar kesempatan.

Mungkin, kejujuran bukanlah sesuatu yang tumbuh di tanah yang subur, melainkan harus ditanam dalam hati yang bersih. Kejujuran adalah sebatang pohon yang tidak tumbuh sendiri; ia membutuhkan kesadaran, cinta, dan keberanian untuk bertahan di tengah badai godaan.

Ada pesan moral dari kejadian dua dompet jatuh di dua tempat yang berbeda. Satu jatuh ke tangan pencuri, satu jatuh ke tangan pemberi. Namun, waktu akan berbicara, dan dunia tidak pernah lupa. Apa yang diambil dengan cara yang salah akan hilang dengan cara yang tidak terduga. Sementara kejujuran, meskipun sederhana, akan selalu menemukan jalannya. Kejujuran bukanlah beban, melainkan ibarat mata uang yang berlaku di seluruh dunia.

(Visited 3 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.