Ibu dan bapakku berasal dari Bandung selatan. Mereka lahir dan dibesarkan di satu kecamatan yang sama, yaitu Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Hanya desanya yang berbeda, keluarga bapakku berdomisili di Desa Cikuda, sementara keluarga ibuku berkumpul di Desa Banjaran.

Sampai saat ini, meski situasi dan kondisi sudah berubah, sebagian besar keluarga ibuku masih bertahan hidup di Kecamatan Banjaran, Desa Banjaran. Sementara keluarga bapakku sudah bermigrasi ke kota besar; ada yang hidup di Bandung dan ada pula yang hidup di Jakarta. Yang tersisa di kampung halamannya hanya kuburan kakek dan nenekku yang dipelihara baik oleh masyarakat sekitar.

Sejak tahun 1950, karena tuntutan pekerjaan dan kebutuhan hidup, bapakku memboyong keluarganya untuk hidup di kota Bandung. Di kota inilah, yang sering dijuluki orang Indonesia dengan sebutan Kota Kembang, aku dilahirkan.
Memang bukan sekadar julukan, Bandung Kota Kembang. Kenyataannya memang demikian.

Jalan tempat di mana aku tinggal, Jalan Mochamad Toha (di daerah Ciateul), di sepanjang jalan di kiri-kanan, dipenuhi dengan pohon besar yang setiap pagi bunganya berguguran memenuhi jalan, yaitu bunga Tanjung. Saat itu, boleh dikatakan sebagian besar jalan-jalan di Kota Bandung dipenuhi dengan pohon bunga Tanjung. Jadi, kalau pagi-pagi jalan-jalan, di sebagian Kota Bandung tercium semerbak harum bunga tanjung. Bisa jadi “Semerbak Bunga di Bandung Raya” yang ditulis almarhum Bapak Ir. Harjoto Kunto bukan hanya sekadar judul buku.

Suasana Kota Bandung yang semerbak harum dengan bunga Tanjung itu mengilhami seniman Sunda yang terkenal hingga saat ini, yaitu Mang Koko Koswara (almarhum). Beliau menciptakan lagu “Kembang Tanjung Panineungan”, yang bercerita tentang seorang istri yang ditinggal pergi untuk selamanya oleh suaminya karena melaksanakan tugas sebagai sukarelawan dalam memberantas gerombolan DI/TII.

Begitu pun nama Mochammad Toha, Pahlawan Bandung Selatan. Selain diabadikan menjadi nama sebuah jalan, juga diabadikan pula dalam sebuah lagu dengan judul “Pahlawan Toha”. Lagu ini juga dianggit oleh almarhum Mang Koko Koswara sebagai penghormatan kepada Pahlawan Toha, Pahlawan “Bandung Selatan”. Hingga saat ini, tugu perjuangan Pahlawan Toha masih dipelihara dengan baik di Kecamatan/Desa Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung.

Nama Mochammad Toha juga dijadikan nama sebuah Sekolah Dasar Negeri, yaitu “SDN Mochamad Toha”. Di situlah aku mulai menuntut ilmu, dari kelas 1 SD hingga lulus kelas 6 SD. Kenangan tentang jalanan menuju sekolah dasarku, melekat hingga saat ini. Jalanan menuju sekolah yang sepi dan teduh. Di kiri-kanan jalan berjejer pohon keras yang setiap hari memanjakan yang melewatinya dengan wangi bunga Tanjung yang bertebaran di sepanjang jalan Mochammad Toha.

Sampai dengan tahun 1976, ketika aku lulus kelas 3 (Tiga) SMA Pasundan, pohon bunga Tanjung tersebut masih ada. Para pejalan kaki masih bisa menikmati harum bunga Tanjung di sepanjang jalan Mochammad Toha.

Gugun Gunardi

Meski di Jalan Mochamad Toha, dari perempatan Tegallega hingga ke perempatan Mochammad Toha – Soekarno Hatta sudah banyak yang ditebang. Namun, pohon bunga tanjung itu masih bertahan mulai dari perempatan Tegallega – Mochammad Toha hingga memasuki jalan Balonggede. Jadi, pada pagi hari, jika kita berjalan melewati jalan tersebut, masih semerbak harum bunga Tanjung.

Pada tahun 1976, pemerintah membangun jalan lingkar Selatan Kota Bandung yang sekarang terkenal dengan nama jalan Soekarno – Hatta (disingkat jalan SoeTa). Jalan tersebut membentang dari Bundaran Cibeureum di Bandung barat, hingga Bundaran Cibiru di Bandung timur. Kehadiran jalan SoeTa ini, tentu saja memberi banyak manfaat bagi mobilitas warga Kota Bandung, namun juga berdampak kepada pelebaran jalan yang terhubung dengan jalan SoeTa tersebut, terutama sepanjang jalan Mochammad Toha.

Karena proyek pelebaran jalan ini, Jalan Mochammad Toha dari titik Jalan SoeTa, hingga perempatan Jalan Abdulmoeis (terkenal dengan sebutan Kebon Kelapa) harus mengalami pelebaran jalan pula. Maka, otomatis pohon-pohon Tanjung di kiri kanan jalan harus ditebang untuk memenuhi proyek tersebut.

Saat itu, ada upaya penanaman ulang pohon peneduh jalan, tetapi yang ditanam bukan pohon Tanjung, melainkan pohon Mahoni, yang apabila sudah berumur, akan menghasilkan pohon yang besar dengan kayunya yang bagus. Jadi, pohon Tanjung tidak ditanam lagi di sepanjang jalan Mochammad Toha.

Sekarang, semerbak bunga Tanjung di sepanjang jalan Mochammad Toha hingga ke jalan Balonggede, hanya tinggal kenangan. Kalaupun aku bercerita kepada anak-anak, mereka setengah tidak percaya jika tidak diperlihatkan foto-foto jadul di sepanjang Jalan Mochammad Toha dengan pohon bunga Tanjungnya.

Tulisan ini sekadar kenangan penulis tentang bunga Tanjung di sepanjang Jalan Mochammad Toha. Tetapi, siapa tahu pimpinan Kota Bandung saat ini terinspirasi mengembalikan sepanjang Jalan Mochammad Toha untuk ditanami lagi pohon bunga Tanjung.

Kalau mungkin, menanam pohon bunga Tanjung di sepanjang jalan di Bandung yang terkena proyek pelebaran jalan. Dengan demikian, Bandung akan harum bunga tanjung lagi, sepanjang jalannya teduh lagi. Embun pagi dan harum bunga Tanjung menyapa lagi masyarakat Kota Bandung, setiap pagi hari. Betapa Paris Van Java lekat kembali sebagai julukan Kota Bandung.

Gugun Gunardi_Bandung

(Visited 213 times, 1 visits today)
One thought on “Bunga Tanjung di Jalan Mochammad Toha Bandung”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: