Tak terduga komunikasi sudah kian lama berjalan. Aku menghargainya layaknya teman atau adik. Ia juga demikian adanya. Kami saling menyapa tiap hari pada awal pertemuan. Setiap tahun kami memiliki cerita indah yang beda judul.
Komunikasi tiap hari membuatku dan dia merasa nyaman satu sama lain. Dia bukan objek imajinasiku namun dia adalah realitaku. Tidak tahu kami harus gimana dan seperti apa lagi.
Mungkin ke akraban itu yang telah menjadikan dua pribadi yang saling peduli satu sama lain tanpa mengenal lagi batasan di antara kami. Masih terbayang jelas di benakku semua kata-katanya kala hari pertama ia mengenal aku dari facebook.
Aku tidak tahu, siapa anak kecil dalam foto itu, ia cukup lihai dalam menyembunyikan identitas aslinya ketika berkenalan denganku di hari pertama. Katanya aku empaty sama motto anda. Aku masih sempat menjawab dasar anak kecil, karena di foto profil hanya ada foto seorang anak kecil.
Ya aku bingung shii siapa dia. Lalu aku bentak. Lalu ia menjawab siapa suruh kamu cantik. Ah dasar kurang ajar, ujarku padanya. Hitam gelap kamu anak berandalan, ya kataku kala pertama kali mengenal dirinya.
Ia lalu mengirimkan fotonya padaku, ini aku yang sebenarnya. Aku terkejut kok kamu ganteng bangat, bintang jawabku. Hahah… biasa saja terus kenapa tadi marah bangat kata anak itu. Aku belum yakin apa benar ini kamu, ujar aku padanya. Ya aku cantik.
Jangan ngawur biacaranya nanti suamiku salah paham anak kecil. Ah cinta tak memandang usia juga status. Aku jengkel kamu itu hewan liar atau jinak ya? Hmm terserah kamu saja jawabnya. Habis chat juga terus memuji shii, ujarku padanya.
Kenyataannya kamu cantik kok, salahnya dimana. Tiap hari kami chat saling peduli satu sama lain tanpa sebuah nama hanya teman facebook. Untuk memastikan dia nyata dalam foto itu atau tidak, aku memposting fotonya di statusku dengan caption actor India.
Tiba-tiba ada adik yang menjawab, kakak ini bukan india tapi orang Timor-Leste. Ah kok bisa. Pada akhirnya aku percaya jika dia adalah anak negeri ini. Ternyata ganteng juga shii, kirain masih berkarat dan hitam kayak yang ada di foto profil facebook itu, ternyata cakap juga.
Sejak hari itulah kami jadi akrab meskipun tidak saling kenal dari dunia nyata. Aku bangga ia pemuda yang berani, bukan tak mungkin tapi bisa jadi, mungkin aku jatuh hati ke dia karena telalu tampan bagiku. Kamu cakap juga ya. Terima kasih ujarnya. Sering ia jauh lebih peduli padaku. Aku tak menyangka saja jika pemuda itu begitu polos dan pada akhirnya ia memperkenalkan namanya yang sesungguhnya. JMF insial nama FB.
Waktu terus berjalan. Ia open jika ia ingin sekolah hanya ekonomi keluarga yang tak mendukungnya jadi kini ia memutuskan untuk memilih jalan menjadi seorang Frater. Ya tak tahu apakah aku bisa mengapainya atau tidak? Tapi jujur aku pengen sekolah saja tapi tantangan yang tadi aku bilang ke kita.
Kamu harus sabar karena aku yakin semua akan indah pada waktunya, ujar aku padanya. Tidak ada kesuksesan tanpa sebuah perjuangan. Andai aku ada uang lebih mungkin aku bisa membantu kamu, hanya aku saja susah hidupku.
Tidak apa-apa, asalkan kita sudah jadi teman. Karena aku pikir pertama kita pasti sombong tidak akan kasih konfimasi ke add aku tadinya. Ternyata anda orang baik. Aku sudah terlanjur curhat juga ke kita maaf, ujar JMF. Setiap orang pasti bisa mengatasi masalahnya masing-masing jawabku padanya.
Tiap pagi atau siang sore bahkan malam ia pasti menyapaku dengan penuh rasa menghargaiku. Aku salut padanya. Suatu hari aku bertanya, bukanya di asrama orang larang kita supaya jangan membawa HP ya JMF. Ya tapi aku bisa membawanya namun para penjaga asrama bahkan pastor juga tidak mengetahuinya.
Ya nanti aku saja yang lapor karena kamu tidak akan sukses kalau awal saja kamu sudah berbohong, ujarku. Jangan begitu karena aku sangat butuh komunikasi, ujarnya. Tapi tidak harus kayak gitu.
Waktu terus berjalan hingga masa persahabatan kami telah menjelang satu bulan. Tidak ada yang berubah kala sejak awal chat hingga sebulan. Perhatian dan rasa mengalir saja begitu.
bersambung…