Cinta itu ibarat madu yang menarik kerumunan semut untuk menghisapnya, namun terlarut dalam cinta rayuan manisnya ia akan mati dan tenggelam di dalamnya. Apa sih untungnya jika hanya mencintanya orang yang mencintai kita? Bukankah orang kafirpun berbuat demikian? Cinta itu tumbuh dalam diri kita untuk saling mengasihi satu sama lain, baik pada diri kita sendiri, pada keluarga dan sahabat-sahabat kita. Namun apakah kita dapat mengasihi musuh kita atau orang-orang yang menyakiti hati kita?
Mahmat Gandhi dari India pernah berkata bahwa, “Seandainya orang-orang Kristen mengikuti ajaran “Cinta Kasih Kristus” yang diajarkanNya dalam Kitab Sucinya, maka dunia tidak akan terjadi peperangan”.
Cinta yang diberikan oleh Kristus merupakan cinta agape, dimana Ia mengasihi kita tanpa batas, dan tak bersyarat, tak mengenal kawan ataupun lawan, namun cintaNya totalitas pada semua orang melebihi batas, tidak mengenal agama, suku, bangsa, ras, etnik, budaya, partai, group, dsb. Tetapi kasihNya itu mengasihi semua umat manusia, agar dapat mengikuti jalanNya menuju kehidupan abadi di surga melalui Dia, karena hanya Dialah yang “Jalan, Kebenaran dan Hidup”. Tiada orang yang akan ke rumah Bapa di surga tanpa melaluiNya.
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridKu, jikalau kamu saling mengasihi”.(Yoh.13:34-35)
Mengapa Tuhan Yesus mengatakan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu”, bukankah perintah untuk saling mengasihi sudah ada dalam alkitab Perjanjian Lama? Rupanya perintah baru yang diberikan Tuhan Yesus adalah mengasihi sama seperti yang telah dilakukanNya dalam mengasihi para murid dan seluruh manusia.
Peristiwa dalam bacaan Injil minggu ini, terjadi di ruang atas saat perjamuan terakhir, setelah Tuhan Yesus berlutut mambasuh kaki para murid-Nya. Di situ ada Yudas Iskariot yang akan mengkhianati-Nya, Petrus yang akan menyangkal-Nya tiga kali, dan Tomas yang akan meragukan kebangkitan-Nya.
Tidak lama setelah perjamuan tersebut, Ia akan menyerahkan nyawa-Nya demi menghapus dosa seluruh manusia; termasuk orang-orang yang telah menolak, ‘menghina, menyiksa dan menyalibkan-Nya. Tuhan Yesus menghendaki kita mengasihi dengan totalitas, tanpa berharap balasan, dan tidak pilih-pilih hanya pada orang yang baik, tetapi juga kepada yang telah menyakiti dan mengkhianati kita.
Suatu hari teman saya bercerita, ia masih sangat hati kepada seseorang yang sering berkata kasar dan mempermalukannya di depan teman-temannya. Ia mengetahui perintah Tuhan Yesus untuk mengasihi dengan memberikan pengampunan kepada orang-orang seperti itu. Ia sudah berusaha memaafkan tetapi tidak bisa melupakannya. Ia bertanya apakah ada cara yang efektif untuk memaafkan dan melupaknnya.
Saya menyarankan sesuai pengalaman pribadi, setiap kali berdoa “Bapa Kami” bagian “seperti kamipun mengampuni orang yang bersalah kepada kami”, visualisasikan wajah orang tersebut. Lama kelamaan saya dapat mengampuninya dengan sungguh. Kita mempunyai otak yang menyimpan memori, sehingga sulit untuk menghilangkannya begitu saja. Namun bila sudah mengampuni dengan tulus, saat teringat akan orang tersebut dan perbuatannya, hati saya sudah tidak panas dengan emosi lagi seperti dulu.
Mengasihi sama seperi yang Tuhan Yesus lakukan sudah dapat dipastikan tidaklah mudah, tetapi bukan mustahil. Karena Ia yang memberikan perintah sudah memberikan penolong. Marilah saling mengasihi lebih sungguh agar semua orang dapat mengenal kasih Kristus melalui perbuatan dan perkataan kita yang adalah murid-murid-Nya!
Saya teringat pada kejadian masa lalu, ketika saya merasanakan sakit hati luar biasa kepada seseorang yang pernah melukai hati saya. Saya mendiamkannya selama bertahun-tahun lamanya tanpa mau menegurnya sama sekali. Saya memelihara luka hati itu begitu lama, dan tanpa disadari justru membuat saya menderita.
Namun akhirnya saya sadar, bahwa seharusnya kita punya pola hidup mengasihi seperti yang Yesus ajarkan. Maka mengasihi bukanlah semau gue, tetapi mengasihilah dengan cara Yesus mengasihi. Jangan lagi kita membalas kebencian dengan kebencian, atau membuat rantai yang tidak pernah putus, karena hukum balas dendam, dengan mata ganti mata atau gigi ganti gigi, yang masih sering melekat dalam diri kita.
Dengan melepaskan rasa benci dan menggantinya dengan kasih dan pengampunan, beban itu terlepas sudah dari bahu saya. Kalau kita dendam dan benci orang lain, energi negatif akan menyiksa diri kita.
Yesus telah memberikan teladan yaitu mengasihi sehabis-habisnya, bahkan sampai ketika Ia berada di kayu salib. Kepada orang yang menyalibkan-Nya Ia masih berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Maka yang harus selalu kita ingat adalah bahwa kasih menjadi nyata di dalam pengampunan, bukan balas dendam.
Dari paparan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa, Tuhan Yesus datang memberikan hukum dan perintah yang baru. Dari sepuluh Perintah Allah, kita dapat merangkumnya menjadi dua saja yakni, “Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan ragamu, dan mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Karena tiada kasih yang lebih besar daripada kasih Tuhan yang memberikan nyawaNya pada sahabat-sahabatNya. Bukan kita yang mengasihi Tuhan, tetapi Tuhan sendirilah yang telah berinisiatif untuk mencintai kita lebih dahulu tanpa batas.
Maka sebagai pengikut Kristus kita dituntut untuk mengikuti guru cinta kasih kita Yesus Kristus, yang bukan hanya mengajakan kita dengan teori kosong, melainkan dengan aksiNya yang nyata, maka kitapun harus saling mengasihi satu sama lain seperti Kristus mengasihi kita, hingga rela mati di kayu salib, dan memberikan pengampunan bagi yang mengkhianatiNya bahwa, “Tuhan ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.
Dengan demikian, keluarga kita hidup damai, lingkungan kita damai, bangsa kita damai dan duniapun damai, aman, tenteram dan sentosa bagaikan surga di bumi. Hanya dengan cinta kasih agape inilah dunia kita akan aman tenteram layaknya di taman eden surga.
By prof EdoSantos’25