Di sudut hati, dulu ada luka,
terpendam diam, tak sempat bicara.
Cinta yang patah, janji yang rapuh,
meninggalkan jejak, bagai debu yang lusuh.

Kupeluk semua—sedih, marah, kecewa,
kupendam dalam diam, takut mencinta.
Namun waktu berbisik lembut di dada:
“Lepaskanlah, kasih… luka tak selamanya nyata.”

Kupungut satu-satu serpih luka lama,
kutanam jadi benih, bukan untuk nestapa.
Kusiram dengan air mata yang jujur,
hingga tumbuh mawar yang harum dan subur.

Kini taman hatiku kembali berbunga,
setiap kelopak menyebut namamu, cinta.
Kau datang bukan untuk menyembuhkan masa lalu,
tapi menemani aku menanam hari yang baru.

Kau tak menghakimi jejak yang pernah kutempuh,
hanya menggenggam tangan ini dengan lembut penuh.
Kau ajarkan bahwa cinta tak harus sempurna,
cukup tulus, sabar, dan setia menjaga.

Kini hatiku mewangi seperti pagi hari,
karena sampah batin telah terbuang pergi.
Dan cinta ini, sayang…
bukan karena lupa luka yang lalu,
tapi karena aku telah sembuh dan siap mencintaimu.

by Elvira P.Xim’25

(Visited 17 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Elvira P. Ximenes

Elemen KPKers Dili TL, telah menyumbangkan puluhan tulisan berupa, artikel, cerpen, dan puisi ke BN, dengan motonya, "Mengukir makna dalam setiap kalimat, menghidupkan dunia dalam setiap paragraf", pingin jadi penulis mengikuti jejak para penulis senior lainnya di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.