Gemercik suara ombak merangkai nada-nada rindu memeluk bibir pantai, seakan membawa pesan kalau semilir angin sedang bersenandung mengiringi kapal fiber berlabu di Pelabuhan Tobaku Kolaka Utara.

Sore yang cerah dan terik mentari yang masih kuat menembus kulit pipih nan tipis, tetapi terpaan sinar itu tiada kami rasakan panasnya. Mungkin karena semangat dan gembiranya pikiran menanti sahabat hati, penggerak jiwa penyejuk kalbu kami.

Aku tahu, itu semua karena getaran literasi yang terus beresonansi membangunkan harapan dan cita yang ada selama ini. Sahabat jiwa; panutan bertutur dan bertindak yang setia ada menemani di setiap episode cerita hidup dan kehidupan.

Dari kejauhan laut lepas nampak titik putih terus melaju mendekat mengikuti irama ombak yang tenang setenang jiwaku. Titik putih yang semakin membesar adalah warna kapal fiber yang menuju dermaga tempat menanti.

Kian lama kian jelas di pandangan mata, sekilas tertuju pada jendela kecil kapal yang berderet. Dalam hati sudah terasa melihat sosok yang kami nantikan itu. Aku pun langsung membatin, “Selamat datang kembali di Bumi Patampanua Sang Inspirator kehidupan.

Bapak Ruslan Ismail Mage (Bang RIM) yang telah membangunkan kami rumah jiwa di angkasa bernama Bengkel Narasi (BN) kini telah menuruni kapal melebur bersama kami anggota BN Kolaka Utara yang menjemputnya dengan hati.

Bang RIM menyebut perjalanan literasinya ke Kolaka Utara sebagai perjalanan Batin yang mendamaikan jiwa. Kami pun merasakan energi damai dan bahagia di setiap hembusan napasnya.

Sepekan membersamai kami di ruang yang Indah, ruang yang megah, laksana permadani ditaburi kerlap-kerlip permata berlian. Beliau hadir di tengah-tengah kami dengan memberikan wejangan, motivasi, inspirasi yang betul menggerakkan jiwa dengan energi positif.

Tiada kalimat yang mampu mewakili rasa ini, selain ucapan syukur, “Alhamdulillahi Robbil Alamin” kepada Allah Swt yang telah mempertemukan kami dengan orang terpelajar rendah hati, yang tidak pernah memandang status dan atribut dunia yang melekat pada tubuh seseorang.

Begitulah alunan jiwa kami bermekaran dalam penantian. Terus bertumbuh dan berkembang hingga berbunga dan berbuah indah di taman-taman literasi.

By Besse Rismawati

(Visited 89 times, 1 visits today)
One thought on “Jiwa Bermekaran dalam Penantian”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: