Oleh : Ruslan Ismail Mage*
Salah satu kelebihan sistem demokrasi dibanding sistem politik lainnya adalah bisa berkompetisi melahirkan pemimpin berkualitas dan visioner yang akan melampaui ruang dan waktu kelahirannya. Dikatakan melampaui ruang, karena kebinnekaan republik ini mengharuskan memilih pemimpin tanpa melihat sekat-sekat suku, tetapi yang memiliki komitmen kebangsaan dibawah sumpah pemuda. Mempunyai kemampuan menjahit baju kebangsaan yang semakin rapuh tercabik-cabik kepentingan politik sesaat. Dikatakan melampaui waktu, karena pemimpin visioner tidak selalu tergantung umur tua atau muda. Sebagaimana kematangan berpikir dan kedewasaan bersikap seseorang tidak ditentukan oleh umurnya.
Pemimpin visioner yang dimaksud dalam tulisan ini adalah “pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan melampaui masanya”. Bekerja untuk kemakmuran bangsanya ke depan, bukan untuk kepentingan sesaat diri sendiri dan kelompoknya. Dalam lembaran sejarah, tercatat dengan tinta emas contoh pemimpin visioner yang pernah dimiliki oleh republik ini. Sebut misalnya Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, dan beberapa bung-bung yang lainnya. Mereka semua mengeluarkan keringat bahkan darah untuk menggali pondasi tempat berdirinya bangunan rumah besar yang bernama Indonesia merdeka.
Harapan mereka hanya satu, mewariskan rumah yang kokoh kepada anak cucunya kelak. Ada tempat berlindung dari panasnya sinar matahari, ada tempat berteduh ketika hujan badai melanda. Anak cucunya dapat hidup sehat duduk berdampingan, bergandengan tangan, tumbuh kembang menata masa depannya penuh warna-warni budaya.
Pemimpin visioner tidak disiapkan apalagi ditunjuk, tetapi mempersiapkan diri secara sistematis setelah melewati proses kematangan di lingkungan sosialnya. Ia tidak dituntun tetapi dilepas mengembara mencari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritualnya. Empat kecerdasan ini penting, karena hanya pemimpin yang memiliki empat kecerdasan ini yang bisa melahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
Bung Karno dan angkatannya, adalah aktivis dan pemimpin organisasi kepemudaan yang ditempah oleh lingkungan sosial yang dikoptasi (dikurung) oleh bangsa asing. Ia harus terus menggeliat ke permukaan untuk menyebarkan virus “perasaan kolektivitas sosial”. Sejenis perasaan yang memiliki nasib dan tanggungjawab serta nilai-nilai moral yang sama untuk selalu bersatu berjuang melepaskan diri dari penjajah bangsa asing.
Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang melahirkan pemimpin visioner era Bung Karno, serupa tetapi tidak sama dengan kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik bangsa sekarang. Dikatakan serupa, karena sama-sama dijajah atau ditekan oleh suatu kekuatan besar yang menginginkan republik ini tidak berdiri kokoh, bahkan kalau perlu hilang dari peta dunia. Dikatakan tidak sama, karena zaman Bung Karno semua dimensi dijajah oleh bangsa asing, tetapi sekarang yang dijajah hanya ekonomi kita oleh kapitalisme global berselingkuh kapitalisme lokal dan sebagian elite politik.
Dari lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tertekan ini, Alhamdulillah ibu pertiwi kembali melahirkan pemimpin visioner yang diharapkan mampu membangun pondasi ekonomi dan politik yang kuat. Pondasi ekonomi yang kuat diperlukan untuk menahan liberalisme ekonomi yang terbukti hanya akan menghancurkan ketahanan pangan kita. Sementara pondasi politik yang kuat dibutuhkan sebagai perisai menangkis serangan ideologi dari luar yang berpotensi merusak keutuhan negara kesatuan.
Indikator Kebijakan
Satu dasawarsa terakhir, ada fenomena Indonesia mengalami defisit pemimpin visioner di tengah surplus politisi pragmatis yang banyak menyerbu panggung demokrasi setiap menjelang pemilu. Namun harapan munculnya pemimpin visioner di tengah bangsa yang pluralis ini, telah membuahkan hasil setelah pengusung perubahan Anies Rasyid Baswedan mewarnai panggung demokrasi Indonesia menuju Pemilu 2024.
Lalu apakah Anies memiliki kompetensi untuk disebut pemimpin visioner? Untuk menjawab ini kita pinjam 10 kompetensi pemimpin visioner menurut Barbara Brown, sebagaimana dikutip Suwatno dalam bukunya “Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi Publik dan Bisnis”. (1) Visualizing. Memiliki gambaran yang jelas mengenai apa yang ingin dicapai. (2) Futuristic thinking. Pemikir masa depan. (3) Showing foreshigt. Kemampuan merencanakan dan memperkirakan masa depan. (4) Proactive planning. Perencana proaktif dalam menetapkan sasaran dan strategi pencapaiannya. (5) Creative thinking. Berpikir kreatif dan inovatif dalam mencari alternatif. (6) Taking risk. Berani mengambil resiko. (7) Process alignment. Penghubung proses dengan dunia luar. (8) Coalition building. Mampu menciptakan hubungan harmonis dengan stakeholder. (9) Continuous learning.Pembelajar berkelanjutan. (10) Embracing change. Merangkul perubahan sebagai bagian penting pertumbuhan.
Untuk menguji lebih jauh apakah 10 kompetensi pemimpin visioner di atas ada dalam diri Anies? Sesungguhnya bisa dikaji dari beberapa kebijakannya. Seperti penyediaan jalur bersepeda, pembuatan trotoar jalan, dan penyelenggaraan ajang balap mobil internasional berbasis tenaga listrik. Ketiganya berujung kepada target Indonesia zero emisi tahun 2060. Kemudian pembangunan stadion sepakbola bertaraf internasional bernama Jakarta International Stadium (JIS) adalah salah satu bagian dari usaha memajukan sepak bola nasional ke depannya dengan menghadirkan fasilitas persepakbolaan sekelas Eropa.
Anies Rasyid Baswedan sebagai pemimpin visioner yang banyak melakukan terobosan yang belum dilakukan oleh pemimpin daerah lain, itu sesuai dengan analis kepemimpinan dunia Leroy Eims yang mengatakan “Seorang pemimpin adalah seorang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan yang melihat sebelum yang lainnya melihat”. Itu berarti pemimpin harus visioner yang mempunyai pandangan jelas ke depan, cerdas dalam mengamati suatu kejadian di masa depan untuk mengambil momentum, serta dapat menggambarkan visi dan misinya dengan jelas kepada rakyatnya.
*Inspirator dan penggerak, penulis buku-buku motivasi dan politik