Oleh: Aldo Jlm
Hatiku kegirangan ketika menghadiri pertemuan yang tak terduga ini. Tak terduga karena aku hadir bak tamu yang tak diundang. Namun tak apalah, yang penting aku telah hadir pada pertemuan bermakna ini. Pertemuan antara penulis senior Timor Leste Sr. Luis Cardoso “TAKAS” yang telah makan garam di dunia penulisan hingga meraih penghargaan tertinggi “Premio Oceanos 2023” ini membawa kesan tersendiri bagi kawula muda Timor Leste di Desa COM Lospalos.
Pria kelahiran bumi Lorosa’e asal Bobonaro telah lama meninggalkan tanah air Timor Leste sejak Kolonial Portugis ketika para colonial ini kembali ke negara asalnya. Ia pun turut mengambil bagian dalam perjuangan Timor Leste di pengasingan Portugal dengan caranya sendiri.
Di Portugal ia sebagai perwakilan CNRM (Conselho Nacional Resistência Maubere) selalu berjuang dengan Presiden Aktual Dr.Jose Ramos Horta, yang berjuang untuk hak-hak kebebasan bagi rakyat Timor Leste supaya suatu hari bisa merdeka seperti bangsa-bangsa lain di dunia.
Berjuang melawan kolonial bukan dengan senjata, melainkan dengan kecerdasannya menulis di dunia literasi guna menceritakan pada dunia tentang penderitaan rakyat Timor Portugis selama 450 tahun, dan Timor-Timur okupasi Indonesia selama 24 tahun, dengan sebuah bukunya yang berjudul “O Plantador de Abóboras” atau “Petani Labu”. Di mana di dalam buku romansa ini mengisahkan tentang penderitaan rakyat Timor-Leste yang tak bersuara, khususnya kaum wanita yang berjuang mendampingi para pria melawan para penjajah.
Dengan bukunya yang berjudul “O Plantador de Abóboras” inilah, membawanya ke panggung dunia dan meraih penghargaan tertinggi dari organisasi CPLP (Comunidade dos Países da Língua Portuguesa) yang dinamakan “Premio Oceânicos 2023”. Namun sebelumnya ia telah menulis beberapa buku antara lain: “Crônica de uma travessia 1997, A ultimo morte do coronel Santiago 2003, Requiem para o navegador 2007, O ano em que Pigafetta completou a circum-navegação 2013, O Plantador de Abóboras 2020”. Pada tanggal 17 agustus 2023, Presiden José Ramos Horta juga menganugerahkan penghargaan medali padanya di istana kepresidenan Aitarak laran Dili.
Setelah mendapat penghargaan medalinya, ia berpetualang melintas bumi lorosa’e dari Balibo kota kelahirannya hingga ke kota Lospalos yang mencerdaskannya. Di mana ia mengikuti ayahnya yang merupakan seorang perawat dan bertugas di Kecamatan Moro-Parlamento, Desa Com. Ibunya menanam labu di kebunnya karena gaji bapaknya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, sebagai sarapan pagi yang disuguhkan oleh ibunya bagi anggota keluarganya pada waktu itu.
Kehadirannya di Desa Com, Kecamatan Moro-Parlamento-Lautém ini membawa kesan tersendiri. Ia membawa secercah cahaya dan harapan bagi para kawula muda di daerah ini, untuk selalu membaca dan menulis setiap hari, sedikit demi sedikit, suatu saat akan terbentuklah sebuah buku.
Bagi pemuda masa kini yang sudah tidak meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku guna menambah wawasannya, karena dunia globalisasi yang hanya mementingkan “tiktok, WA, FB”, yang tidak berfaedah bagi masa depan mereka.
Ia menuturkan bahwa, jikalau kita mau menulis, maka setiap hari harus berkorban untuk menulis sedikit demi sedikit, tentang problem kehidupan kita sehari-hari dalam agenda harian kita, hingga pada suatu saat akan jadi sebuah buku. Bagi para pemuda masa kini, yang berbahasa portugis tidak harus menulis dalam bahasa portugis, tetapi juga bisa menulis dalam bahasa apa saja, seperti bahasa Indonesia, Tetun, Inggris, Portugis bahkan bisa juga pada bahasa daerah Fataluku, Makalero, dsb.
Selama petualangannya di bumi Lorosa’e ia melihat banyak pelajar Timor Leste, yang mempunyai kemampuan besar untuk belajar bahasa portugis. Untuk itu ia menghimbau para politikus untuk memberi kondisi supaya dapat belajar bahasa portugis dengan baik sesuai dengan aturan tata bahasanya. Merekalah yang merupakan penulis masa depan negeri ini. Negeri ini membutuhkan literasi dengan penulis khusus negerinya.
Karena hanya para penulis negeri inilah yang dapat menyimpang memori negeri ini. Seandainya satu diantara kita tidak ada yang menulis kenangan kita, maka sejarah kita akan hilang dalam peradaban. Suatu hari ketika negeri ini membutuhkan sumber sejarah, yang ada hanyalah sumber asing saja. Misalnya sejarah perang Manufahi tentang perjuangan D.Boaventura, karena dulu nenek moyang kita buta huruf dan hanya secara teoritis bercerita dari mulut ke mulut hingga mereka meninggal semua, sejarah juga hilang.
Untuk itu diharapkan agar para pemuda masa kini untuk menulis sejarahnya sendiri, baik itu berupa biografi, cerita asal usul suatu daerah, romance/novel harus menulis, supaya sejarah negeri ini tidak hilang. Karena orang asing yang menulis sejarah kita dengan pandangannya sendiri, bukan dengan visi dan misi pribumi. Untuk itu diharapkan agar para pecinta literasi harus tetap menulis, sehingga suatu saat akan menghasilkan penulis-penulis handal masa depan negeri ini.
By Aldo Jlm
Edisi Lpls-Com-BN-020923
Elemen KPKers-TL-Lospalos