Awalnya saya cukup bahagia ketika istri saya mendapatkan tukang buat renovasi rumah dengan ongkos tukang yang sudah disepakati kedua belah pihak. Optimis pasti ada, terlebih tukang bangunan tadi adalah tetangga sendiri.
Pasalnya yang direnovasi hanya bagian belakang dan penggantian atap baja ringan, disesuaikan dana puluhan juta bukanlah jumlah sedikit bagi saya.
Bagi seorang abdi negara, hanya mempunyai dana terbatas, apa lagi biaya renovasi tersebut sudah disepakati bersama.
Rasanya cukup buat merenovasi bagian dapur dan pasang spandek, andai ada kekurangannya, minimal dirembukkan lagi untuk dicarikan kekurangannya. Paling inti dari bangunan yang di pugar bagian dapur dibuat panggung model atap model pare, kamar tidur anak, dapur, kamar mandi dan menaikkan lantai sekitar 45 sampai 50 centimeter. Kemudian mengganti atap kayu, mulai dari dapur hingga ruang tamu seluruh dengan rangka baja ringan plus spandek, tanpa menghancurkan bangunan tembok lama.
Singkat cerita, pada bulan Maret 2023 dimulailah renovasi bagian dapur. Pertama-tama pemugaran lantai buat pasang cakar ayam untuk menyangga
saking percayanya sama tetangga sendiri, secara bertahap uang puluhan juta rupiah sudah kami gelontorkan buat ongkos renovasi rumah tanpa ada bukti tertulis hitam diatas putih alias kwitansi. Dan semua pengeluaran tersebut tidak tercatat. Apakah kami termasuk terlalu percaya sama orang lain dan apakah perbuatan ini terlalu baik sama orang lain, entahlah yang jelas pembayaran tanpa bukti hitam diatas putih.
Awalnya dari keterangan tukang bangunan akan selesai dalam waktu 3 sampai 5 bulan, atau sebelum memasuki musim penghujan. Tapi, lacur hingga berakhirnya bulan September, bahkan saat ini bulan Oktober telah berlalu – Nopember 2023 pun bertemu, musim kemarau berganti musim penghujan eh…tak terasa tahun depan sudah pesta demokrasi pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden 2024, urusan rumah belum rampung juga.
Kalau ditanya, kapan selesai rumah jawabnya, “Senin pi”. Itu sama saja dengan tarsok (entar besok), nggak konsisten. “Saya bertanggungjawab,” terangnya kepada kami.
Begitulah jawaban yang keluar dari mulut sang mandor, sekaligus tukang. Anggotanya saja pada kabur, akibatnya semua kerjaan diborongnya sendiri….
Diluar ekspektasi kami. Tapi ya, sudahlah semua sudah berjalan dan renovasi kembali mangkrak hingga saat ini.
Selain merusak pemandangan, terkadang saya malu sendiri dengan tetangga kanan dan kiri, melihat material berupa pasir mangkrak di depan pagar rumah, sampai-sampai jadi tempat beraknya kucing-kucing liar, parahnya lagi malah jadi sarang tikus. Melihat kenyataan ini, lagi-lagi saya hanya pasrah dan “pasang muka tembok” saja.
Melihat keparahan perilaku tukang bangunan seperti “oknum” ini rasanya trauma mau ambil tukang lain. Apalagi dana sudah menipis, sementara kondisi rumah masih berantakan. Mau marah pun berat rasanya.
Sejauh ini hanya pasrah dan tetap bersabar melihat kondisi seperti ini. Semoga ada crazy rich yang mampu dan mau membantu menyelesaikan kemacetan proyek renovasi rumah kami.
Semoga “oknum” tukang bangunan tersebut segera terbangun dari tidurnya, segera menyelesaikan tugas seperti yang pernah dijanjikannya.