Padi Ladang di Bantaran Sungai Lampoko

Oleh: Muhammad Sadar*

Sungai merupakan relief alam yang terbentang di atas permukaan bumi yang berhulu di ketinggian pegunungan atau bukit nan berimba raya hutan serta mengalir di sepanjang dataran tinggi hingga ke dataran rendah yang bermuara di laut.

Eksistensi sungai mengiringi peradaban manusia. Kehidupan manusia pada awalnya mengambil ruang hidup dan menetap di kawasan aliran sungai. Peran sungai sangat vital sebagai sumber penggerak hidup manusia.

Sungai sebagai sumber air untuk konsumsi sehari-hari,air sungai dikelola untuk dimanfaatkan dalam usaha pertanian nomad, sungai sebagai media penghubung antar wilayah dan pada umumnya sungai dijadikan sebagai sarana untuk melintasi atau bertransportasi dalam mempertukarkan hasil bumi.

Beberapa sungai besar di dunia telah berperan nyata dalam transformasi peradaban manusia seperti Sungai Nil di Mesir melewati beberapa negara di Benua Afrika, Mesopotamia-Eufrat di Irak dan Syria, Sungai Rhine dan Volga yang mengalir di Eropa, Sungai Yangtze di daratan Tiongkok, Sungai Amazon dan Mississippi di Benua Amerika, serta aliran Sungai Mekong melintasi lima negara di Asia Tenggara.

Khusus di Indonesia, sungai-sungai besar yang tersebar di pulau Kalimantan, Jawa, Sumatra, Sulawesi, hingga Papua seperti Sungai Barito, Bengawan Solo, Brantas,Citarum, Jeneberang, Kapuas, Lariang, Mahakam, Mamberamo, Musi, dan Saddang.

Sungai-sungai tersebut dengan segala vegetasi flora fauna yang telah terbentuk pada kawasannya telah mengantarkan sebuah ekosistem yang hidup bagi para penghuninya. Lingkungan sungai sebagai sebuah habitat alamiah dengan keanekaragaman hayati di bantarannya mewarnai kehidupan manusia yang berada di sekitarnya.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka urgensi sungai telah dieksplorasi menjadi sebuah kebutuhan yang sangat vital bagi umat manusia di antaranya sungai dikonstruksi sebagai sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), sungai besar didesain sebuah bendungan untuk bangunan irigasi pengairan pertanian, sumber air minum dan kebutuhan air industri maupun pengendali banjir. Sungai sebagai sarana hiburan dan rekreasi maupun olah raga arum jeram, power boating, olah raga dayung, dan kegiatan air lainnya. Di samping sungai difungsikan sebagai wahana angkutan air dalam mobilisasi manusia, barang dan jasa,bahkan sungai dijadikan pasar terapung dan lalu lintas pelayaran menuju laut lepas.

Dalam artikel kali ini, penulis hendak menguraikan fungsi sungai yang ada di salah satu desa pada wilayah Pemerintahan Kabupaten Barru, yaitu sungai Lampoko. Sungai Lampoko tergolong sungai kecil yang berhulu di pegunungan Desa Kamiri dan Paddumpu Desa Balusu dengan ketinggian hingga 100 meter di atas permukaan laut.

Panjang sungai Lampoko hanya 38 kilometer dari hulu hingga bermuara di pantai. Daerah aliran sungai meliputi Desa Balusu dan Desa Lampoko. Setiap kali musim hujan, debit air sungai tersebut melimpah dan kerap kali meluap membanjiri area persawahan, kebun, pemukiman penduduk, rumah ibadah, sekolah, hingga infrastruktur jalan.

Melalui efek banjir yang sering terjadi menimbulkan sedimentasi lumpur di sepanjang aliran sungai Lampoko. Endapan lumpur berkomposisi fraksi pasir, liat, debu, dan humus membuat tanah-tanah top soil pada permukaannya menjadi subur yang sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman semusim dan sebagai lahan hijauan pakan ternak.

Atas kondisi kesuburan tanah tersebut sebagai status lahan kering atau kebun maka oleh kreativitas petani/pemuda tani yang berdomisili di Desa Lampoko menjadi perintis dalam mengembangkan usahatani padi ladang di sepanjang bantaran sungai Lampoko. Pemuda tani Saharuddin memulai usahatani padi lahan kering sejak tahun 2015.

Pada awalnya, usahatani padi ladang seluas 0,5 hektare dan hingga saat ini pada musim tanam 2023/2024 telah mencapai luas tanam 28,0 hektare yang diusahakan oleh lima kelompok tani pelaksana, yaitu kelompok Pemuda Tani Saromase, Saromase II,Taro Ada Taro Gau, Makkalitutue, dan Sipakainge.

Desa Lampoko sebagai sebuah desa agararis yang memiliki luas wilayah relatif kecil, yaitu 8,25 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 3.066 jiwa yang tersebar dalam lima dusun. Sedangkan luas baku sawah 181,8 hektare dengan indeks pertanaman padi 1-2 kali setahun. Pengelolaan lahan sawah tersebut digarap oleh petani sebanyak 330 orang yang diwadahi oleh 11 unit kelompok tani. Selain usahatani padi, para petani di Desa Lampoko juga melakukan usahatani bawang merah, kacang tanah,
jagung, komoditas sayuran, serta ternak sapi dan unggas.

Keberadaan sungai Lampoko sangat penting dalam mensuplai ketersediaan air dalam proses pengairan padi ladang maupun padi reguler di sawah. Keterpenuhan air diupayakan dalam sistem pompanisasi dengan menggunakan motor penggerak.

Potensi sumber daya lahan kering di sepanjang aliran sungai yang mencapai di atas 100 hektare bisa untuk dioptimalkan menjadi lahan pertanaman padi ladang setiap musim. Obsesi ini bisa jadi sebuah harapan besar untuk membentuk sebuah kawasan Daerah Irigasi( DI) sungai Lampoko-Balusu yang akan mengorganisir para petani dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air(P3A).

Sejalan dengan program ketahanan pangan nasional dan optimalisasi pemanfaatan lahan, maka petani di Desa Lampoko mengupayakan penanaman padi lahan kering di sepanjang bantaran Sungai Lampoko.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) dan Akselerasi produksi padi tahun 2023-2024, bersama jajaran Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru, Camat Balusu, Kepala Desa Lampoko, Babinsa dan para kelompok tani di Desa Lampoko melaksanakan ubinan dan panen perdana padi ladang MT 2023-2024 di lokasi kelompok tani Saromase dan kelompok tani Taro Ada Taro Gau. Pelaksanaan ubinan berdasarkan metode perhitungan BPS yaitu pengukuran sampel pada petak terpilih berbasis kerangka sampel area.

Pada plot ubinan dihasilkan 4,40-4,46 kilogram setara dengan produktivitas antara 70,40-71,36 kuintal per hektare gabah kering panen dengan penggunaan varietas Ciliwung maupun varietas asalan. Jika hasil tersebut dikonversikan ke status gabah kering giling, maka akan diperoleh produktivitas antara 59,00-59,80 kuintal per hektare. Sedangkan BPS, 2018 mencatat produktivitas padi ladang pada lahan kering di Provinsi Kalimantan Selatan antara 30,29-39,14 kuintal per hektare. Mencermati hasil padi ladang di Desa Lampoko tergolong tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas di tempat lain (analisis hasil lebih jauh akan dikemukan pada tulisan berikutnya).

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Kementan 2017,melaporkan bahwa masalah pada padi ladang di lahan kering adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah karena tergolong lahan sub optimal,
terbatasnya air dan kurangnya penggunaan pupuk organik oleh petani, sebaran OPT blast sebagai ras-gen penyakit padi ladang,serta petani pada umumnya menggunakan varietas padi lokal yang relatif berumur dalam dan produktivitasnya lebih rendah.

Optimalisasi lahan kering dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul baru (VUB) seperti Inpago 4,5,6, 7, 8,9,10, Inpago Lipigo 4, Inpago Agritan 11-12, Rindang Agritan 1-2 serta Luhur 1 dan Luhur 2. Selain berumur genjah dan tahan penyakit tertentu, VUB tersebut juga memiliki potensi hasil yang cukup tinggi. Terutama juga sangat dianjurkan petani untuk menggunakan bahan organik dan maksimalisasi potensi sumber daya air seperti sungai jika berada di bantaran sungai (Kementan, 2022).

Para petani di Desa Lampoko telah memberikan bukti nyata dan aktualisasi kerja di lapangan bahwa memanfaatkan sumber daya lokal utamanya dalam aksesibilitas terhadap aliran air sungai mampu meningkatkan etos kerja berusahatani padi di lahan kering yang sangat dirasakan manfaatnya. Nilai penting atas penyelenggaraan budidaya padi ladang oleh petani di Desa Lampoko yang telah berlangsung satu dekade silam adalah terciptanya kesadaran kolektif, keuletan, partisipasi,
kerja sama gotong royong antara para pelaku pertanian dan Pemerintah Desa Lampoko, sehingga setiap komponen mampu mengelaborasi setiap petunjuk dan program untuk diterapkan ke dalam tahapan kerja-kerja budidaya komoditas pertanian.

Proses kolaborasi dan pengawalan kegiatan di lapangan tak terlepas dari dukungan maupun pendampingan para petugas pertanian, utamanya tenaga organik/staf BPP Balusu,POPT dan PPL Desa Lampoko. Proses ini harus terus digulirkan agar memberikan efek positif di wilayah kerja lain sehingga sebaran budidaya padi ladang berkembang lebih luas lagi.

Lampoko River Side dengan segenap eksistensi yang hadir di bantarannya sebagai sebuah anugerah dari sang Arsitek Alam, mampu menginisiasi para petani untuk menciptakan suatu karya atau monumen hidup dalam memberdayakan potensi sumber daya alam tersebut untuk keberlanjutan kehidupannya di persada bumi ini.

Budidaya padi ladang di sisi Sungai Lampoko sebagai suatu upaya untuk menunjang dan menyangga ketersediaan maupun pemenuhan pangan, utamanya komoditas padi baik di lahan sawah maupun di lahan non sawah atau lahan kering. Peran dan fungsi Sungai Lampoko telah nyata memberikan inspirasi kepada petani untuk berkarya dalam berusahatani padi ladang ditengah tantangan gejolak pangan dunia.

Lampoko, 05-08 Maret 2024

*Penguji Perbenihan/Perbibitan TPHBun Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru-
Koordinator Pena Barru dibawah panji Bengkel Narasi Indonesia, Jakarta.

(Visited 295 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.