Di tengah hiruk-pikuk kota Hong Kong yang dinamis, terdapat sebuah komunitas yang berkomitmen untuk melestarikan budaya Indonesia melalui seni bela diri tradisional: Pagar Nusa. Dipimpin oleh Itas Martono, yang menjabat sebagai ketua Pagar Nusa Hong Kong periode 2022-2025, organisasi ini telah berdiri sejak akhir tahun 2017 dan terus berkembang hingga kini.
Awalnya, Itas Martono menjabat sebagai wakil ketua di Pagar Nusa Hong Kong pada tahun 2023. Kini, menjelang konferensi cabang yang diadakan setiap tiga tahun sekali pada bulan Oktober, ia bersiap untuk menyerahkan estafet kepemimpinan kepada generasi berikutnya.
Keberadaan Pagar Nusa di Hong Kong tidak terlepas dari inisiatif Gus Nabil Haroen, ketua umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, yang bersama KH. Aqil Syirod, ketua PBNU, memperkenalkan seni pencak silat kepada komunitas di Hong Kong. Bersama Ibu Umi Muawanah dan rekan-rekannya, mereka menyadari perlunya mendirikan Pagar Nusa di Hong Kong untuk melengkapi organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di luar negeri. Mba Susiana terpilih sebagai ketua dalam perintisan hingga memimpin di periode pertama tahun 2018-2021.
Pagar Nusa merupakan salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama, dengan status pimpinan cabang istimewa di luar negeri. Saat ini, organisasi ini memiliki tiga anak cabang di Tsim Sha Tsui, Sheung Shui, dan Yuen Long. Setiap cabang memiliki ketua yang telah mendapatkan izin untuk mengembangkan pencak silat di wilayah masing-masing, tetap dalam koordinasi dengan Pagar Nusa Pusat di Causeway Bay.
Fungsi anak cabang ini sangat penting, mengingat Hong Kong yang padat memerlukan efisiensi dalam waktu latihan. Dengan adanya cabang-cabang ini, anggota dapat berlatih lebih dekat dengan tempat tinggal mereka, meski tetap terhubung dengan kegiatan pusat.
Latihan pencak silat di Pagar Nusa bukan sekadar aktivitas fisik; ia juga mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang kuat. Sebagai bagian dari tradisi pesantren, Pagar Nusa mengawali setiap kegiatan dengan mengaji, melaksanakan amaliah Nahdlatul Ulama yang sesuai dengan ajaran Islam. Visi dan misi organisasi ini sejalan dengan menjaga integritas NKRI dan Pancasila, memperkenalkan seni bela diri pencak silat sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia kepada buruh migran dan diaspora di Hong Kong.
Pagar Nusa bukan hanya tempat belajar silat, tetapi juga menjadi media dakwah yang kreatif. Melalui pencak silat, anggota diharapkan dapat mengakses pembelajaran keagamaan secara tidak langsung, merangkul mereka yang awalnya awam menjadi lebih akrab dengan ajaran Islam.
Dengan kurikulum yang jelas dan terstruktur, Pagar Nusa menekankan pentingnya disiplin dan tanggung jawab. Setiap anggota yang ingin bergabung wajib mematuhi peraturan, dan mereka yang aktif mengikuti latihan akan mendapatkan sabuk sesuai dengan tingkatannya—mulai dari strip putih untuk pemula hingga strip hitam bagi yang sudah berpengalaman. Namun, pelatihan di Hong Kong harus disesuaikan dengan kondisi lokal, di mana latihan dilakukan seminggu sekali dengan durasi terbatas.
Tantangan yang dihadapi Pagar Nusa Hong Kong sangat bervariasi, mulai dari keterbatasan waktu hingga perubahan cuaca. Anggota yang bekerja sebagai buruh migran sering kali terhambat oleh jadwal majikan, tetapi semangat untuk berlatih dan berorganisasi tetap tinggi. Kegiatan keagamaan, baik offline maupun online, juga menjadi bagian penting dari kehidupan Pagar Nusa, dengan rutin mengadakan kajian keagamaan dan pengajian.
Seiring dengan perkembangan, Pagar Nusa telah berhasil menarik perhatian masyarakat luas, termasuk melakukan pertunjukan seni bela diri di acara-acara besar seperti Flower Show Hong Kong dan Gala Show yang diprakarsai oleh Asosiasi Wan Chai District.
Dengan segala usaha dan dedikasi, Pagar Nusa Hong Kong tidak hanya berfungsi sebagai wadah pembelajaran pencak silat, tetapi juga sebagai penjaga budaya dan nilai-nilai keagamaan, berkontribusi pada masyarakat Indonesia di perantauan. Di sini, seni bela diri menjadi jembatan yang menghubungkan warisan budaya bangsa dengan generasi yang akan datang, sambil menjaga semangat persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.
Hong Kong Pagar Nusa Pencak Silat School: Preserving National Culture While Preaching
Amidst the hustle and bustle of the dynamic city of Hong Kong, there is a community committed to preserving Indonesian culture through traditional martial arts: Pagar Nusa. Led by Itas Martono, who serves as the chairman of Pagar Nusa Hong Kong for the 2022-2025 period, this organization has been established since the end of 2017 and continues to grow to this day.
Initially, Itas Martono served as the vice chairman of Pagar Nusa Hong Kong in 2023. Now, ahead of the branch conference held every three years in October, he is preparing to hand over the leadership baton to the next generation.
The existence of Pagar Nusa in Hong Kong cannot be separated from the initiative of Gus Nabil Haroen, the general chairman of the Pagar Nusa Central Leadership, who together with KH. Aqil Syirod, the chairman of PBNU, introduced the art of pencak silat to the community in Hong Kong. Together with Mrs. Umi Muawanah and her colleagues, they realized the need to establish Pagar Nusa in Hong Kong to complement the Nahdlatul Ulama (NU) organization abroad. Ms. Susiana was elected as the chairperson in the pioneering until leading in the first period in 2018-2021.
Pagar Nusa is one of the autonomous bodies of Nahdlatul Ulama, with the status of a special branch leader abroad. Currently, this organization has three branches in Tsim Sha Tsui, Sheung Shui, and Yuen Long. Each branch has a chairperson who has obtained permission to develop pencak silat in their respective areas, still in coordination with the Pagar Nusa Center in Causeway Bay.
The function of this branch is very important, considering that the dense Hong Kong requires efficiency in training time. With these branches, members can train closer to where they live, while still being connected to the center’s activities.
Pencak silat training at Pagar Nusa is not just a physical activity; it also reflects strong religious values. As part of the pesantren tradition, Pagar Nusa begins every activity by reciting the Koran, carrying out Nahdlatul Ulama’s practices in accordance with Islamic teachings. The vision and mission of this organization are in line with maintaining the integrity of the Republic of Indonesia and Pancasila, introducing the martial art of pencak silat as part of Indonesia’s cultural wealth to migrant workers and the diaspora in Hong Kong.
Pagar Nusa is not only a place to learn silat, but also a creative medium for preaching. Through pencak silat, members are expected to be able to access religious learning indirectly, embracing those who were initially laymen to become more familiar with Islamic teachings.
With a clear and structured curriculum, Pagar Nusa emphasizes the importance of discipline and responsibility. Every member who wants to join is required to comply with the rules, and those who actively participate in training will receive a belt according to their level—starting from a white strip for beginners to a black strip for those who are experienced. However, training in Hong Kong must be adjusted to local conditions, where training is carried out once a week with a limited duration.
The challenges faced by Pagar Nusa Hong Kong vary widely, from time constraints to changes in the weather. Members who work as migrant workers are often hampered by their employers’ schedules, but their enthusiasm for training and organizing remains high. Religious activities, both offline and online, are also an important part of Pagar Nusa’s life, with regular religious studies and pengajian (Islamic study groups).
Along with its development, Pagar Nusa has succeeded in attracting the attention of the wider community, including performing martial arts at major events such as the Hong Kong Flower Show and the Gala Show initiated by the Wan Chai District Association.
With all the effort and dedication, Pagar Nusa Hong Kong not only functions as a place for learning pencak silat, but also as a guardian of culture and religious values, contributing to Indonesian society abroad. Here, martial arts become a bridge connecting the nation’s cultural heritage with future generations, while maintaining the spirit of unity and togetherness within the framework of the Republic of Indonesia.