Punakawan merupakan tokoh pewayangan yang diciptakan oleh seorang pujangga Jawa. Tokoh Punakawan pertama kali muncul dalam karya sastra Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri.
Jika mencari tokoh Punakawan di naskah Mahabharata dan Ramayana, jangan heran jika tokoh Punakawan tidak ada di sana. Empat tokoh pewayangan dikemas menjadi punakawan. Istilah punakawan berasal dari kata pana yang artinya paham, dan kawan yang artinya teman.
Empat tokoh punakawan terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Para Punakawan ditampilkan sebagai kelompok penceria dengan humor-humor khasnya untuk mencairkan suasana. Punakawan juga memiliki karakter masing-masing yang tentunya patut untuk diselami lebih dalam.
Mari kita mulai dari tokoh punakawan Semar. Semar adalah salah satu tokoh dalam pewayangan yang sangat begitu terkenal, Semar digambarkan sebagai tokoh bijak berpenampilan aneh pengasuh para kesatria yang baik hati (Pandawa). Semar merupakan tokoh yang diciptakan pujangga Jawa sebab dalam kisah kehidupan Pandawa (Mahabarata) di India tidak dijumpai tokoh bernama Semar.
SEMAR
Secara harafiah berarti : Sang Penuntun Makna Kehidupan. Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya. Dari kata Bebadra (Membangun sarana dari dasar ) dan Naya atau Nayaka (Utusan Mangrasul). Badranaya berarti Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia.
Semar merupakan Tokoh utama punakawan yang bijaksana dan menjadi penasihat bagi para raja. Tangan kanan Semar selalu keatas dan tangan kirinya kebelakang. Memilkik makna “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal”.
Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik”.
Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya akuning sang kuncung sama artinya sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya, “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Semar mengenakan kain batik Parangkusumorojo perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono, mempunyai makna menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang Ke Esa-an, yaitu suatu lambang dari pengejawantahan ekspresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan berkeTuhan-an yang Maha Esa.
Ciri sosok Semar berkuncung seperti kanak kanak, namun juga berwajah sangat tua. Semar tertawannya selalu diakhiri
nada tangisan, mata menangis namun mulutnya tertawa.
Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok. Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya.
Tokoh Semar dalam budaya Jawa adalah sosok yang menggambarkan kebijaksanaan, humor, dan ketulusan. Ia sering dianggap sebagai penasehat yang bijak dalam pewayangan, dengan karakter yang sederhana namun mendalam. Semar melambangkan nilai-nilai moral dan spiritual, serta sering menjadi jembatan antara dunia manusia dan dunia dewa. Penggambaran Semar biasanya mencerminkan sifat yang penuh kasih, humoris, dan filosofis, menjadikannya figur yang sangat dihormati dalam tradisi Jawa.