Pada tanggal 18/10/2024 malam aku benar-benar tak bisa pejamkan mata entah kenapa. Aku terus berjuang untuk tidur nyenyak tapi tak bisa dapat ku pejamkan mata walau hanya semenit. Makin larut aku tidak tahu, tiba-tiba aku merindukan sosok Yano. Apa yang terjadi begitu di luar nalar. Aku memangis sambil berdoa agar aku bisa melupakan Yano sama seperti saran yang aku berikan ke Yano agar mampu melupakan diriku seutuhnya.
Namun harapan itu selalu saja gagal. Aku berdoa, aku berharap tapi hasilnya sia-sia. Mecoba menghindari bayangan Yano adalah usaha yang gagal aku lakukan selama berkali-kali hingga pada akhirnya aku menyerah dan marah-marah sama Yano agar ia melupakanku tapi tetap saja gagal.
Justru Yano mengatakan hal yang sama yakni, Ia juga merindukanku. Aku jengkel akhirnya maki Yano habis-habisan dan Yano merasa bingung apa yang terjadi sama aku. Ah sudah jangan bicara banyak Art aku hanya mau memberitahukan jika aku kangen bangat sama kamu Art. Aku masih di kampung halaman. Ia urusan kamu, aku ingin belagak kasar biar Yano bisa benci aku, tapi yang terjadi malahan kami saling merinduhkan satu sama lain seperti lima tahun yang lalu.
Meskipun aku chat mengatakan aku benci dia juga Yano sebaliknya tapi perasaan kami tetap sama, yakni selalu saling merindukan satu sama lain di mana apa yang aku rasakan Yano pun merasakan hal yang sama.
Aku tak tahu lagi harus bagaimana dengan hubungan yang kami jaling berdua. Tanpa sebuah nama yang pasti semua telah kami lalui sejak lima tahun lalu. Aku selalu berjuang sebisa mungkin untuk mengembalikan Yano pada keluarganya, namun usahaku tetap saja sia-sia.
Hari ini aku benar-benar sadar bahwa apa yang aku rasakan semalam mungkin karena Yano juga merasakan hal yang sama, hingga kala aku berjuang merindukan, namun ingin melupakan begitu sulit. Bahkan upayaku memberikan info kepada sang istri untuk menjaga Yano pun tetap saja gagal.
Sejujurnya Chemistri antara aku dan Yano benar-benar telah merubah kami menjadi dua pribadi yang tak bisa saling melupakan. Menatap Yano saja aku merasa jantungku hapir copot.
Pada akhirnya aku berdamai kembali dengam hati dan diriku karena makin berjuang membenci dan melupakan justru yang terjadi mala kebalikan jadi aku harus bagaimana agar Yano menghidariku selamanya.
Keesokan harinya tanpa di sadari, Yano tiba-tiba menelfonku apabila ia sedang berada di kampung halaman. Aku bingung kamu bukan siapa-siapanya aku, kenapa harus lapor ke aku bukan istrimu, ujarku kala Yano menelfon.
Art please batalkan pemblokiran. Kamu gila ya Yano kamu itu bukan siapa-siapanya aku, kenapa harus peduli kamu Yano. Tiba-tiba mataku tertuju pada kalung yang ada di gantungan karena aku telah melepaskan dari leherku, sebab Yano tahu apa arti kalung itu di leherku. Seolah kalung itu memberi sebuah tanda pada diriku bahwa Yano juga rindu kamu, seperti dirimu semalam hanya dia, tidak ada di kota, makanya aku tak bisa menjawab permintaanmu lewat kerinduanmu semalaman.
Sedang menjawab ucapan Yano, aku akhirnya melangkah sambil mencium kalung itu dan kembali mengantungkan di leherku karena ada tanda. Yano terus meminta untuk video call. Kamu sudah gila, kamu itu tidak ada bedanya dengan pria murahan di luar sana. Kamu siapa kok tidak pernah sadar. Art aku kangen kamu, tapi kenapa kamu justru memarahi aku, ujarnya.
Apa kamu mau aku laporkan pada istrimu sambil aku kirim chatnya ke nomor WA istrinya? Tiba- tiba Yano begitu marah akhirnya aku menghapus kembali chatnya. Sejujurnya aku bingung kenapa Yano sama sekali begitu murah dan rendahan di hadapanku. Ia terus video call berkali-kali akhirnya aku menjawabnya dengan nada kasar. Mengapa kamu video call. Aku rindu Art, ujar Yano. Tanpa basa basi aku berkata, rindu istrimu bukan aku. Ia lalu memberitahukan jika dirinya sedang di kampung halaman. Akupun berkata, okey aku off.
Yano terus saja video call berkali-kali, entah kenapa kelakuan kayak orang-orang yang tak berpendidikan. Aku sadar jika aku membuka agenda pribadiku, Yano tidak tergolong dalam kategori pria idamanku secara intelektual karena bicaranya saja ngawur, kayak orang tidak berpendidikan dan tentu dia bukan target aku di masa depan. Tidak semua wanita yang gagal pada kesempatan pertama, ia harus terjatuh lagi ke jurang yang sama, dan itulah aku Art.
bersambung……