Oleh Dev.Seixas’25

Setiap anak-anak yang mulai lahir dari rahim seorang ibu seperti hasil makanan yang dimasak dengan panci. Ibu itu ibarat panci dimana setiap masakan yang mengandung kalori, tentu butuh panci karena setiap makanan yang dimasak dan menjadi matan, yang pada akhirnya dicicipi banyak orang ibarat panci, kayu bakar serta makanan yang akan disajikan sesuai dengan menunya.

Jika orang menikmati menu makanan ketika mereka memakan di suatu tempat, tentu selalu dipertanyakan, apabila makanan itu mengandung kalori atau tidak? Jika serta gizi terasa bagi para konsumen sudah tentu nyala apinya juga mantap, sehingga tidak menyebabkan nasi menjadi gosong.

Terkadang kita lupa dan tidak menyadari bahwa orang tua kita seperti kayu bakar, panci dan kita adalah makanan yang mengandung gizi. Jika kita masih anak-anak yang menyiapkam makanan ke kita adalah Ibu, tapi yang mencari nafkah adalah ayah dan hasilnya buat kita anak-anak mereka atau bahkan adik-adik mereka.

Saat seseorang menilai kita lezat seperti makanan, saat orang menilai kita jika makanan itu mengandung kalori tinggi, saat orang menilai jika makanan itu mengandung gizi cukup baik, tentu ibarat yang merasakan adalah konsumen, tapi panci dan kayu bakar tidak pernah memakan kembali apa yang mereka produksikan bagi para konsumernya.

Kayu bakar tugasnya hanya ada, agar ketika kita butuh dan menggunakan jasanya bagaikan pengorbanan ayah semata membuat kita bahagia, tapi terkadang mereka tidak pernah menagih kembali apa yang telah mereka korbankan bagi kita, apalagi menghitung porsi pengorbanannya yang begitu besar, ibarat tugas seorang ibu yang mampu melahirkan anak-anaknya serta mendidik mereka hingga kelak suatu hari anak-anaknya itu akan tumbuh menjadi dewasa, tapi pada akhirnya mereka akan menyukai menu itu bahkan mereka disukai oleh orang lain, dimana akan ada saatnya mereka akan meninggalkan pangkuan ibu dimana orang juga akan menilai rumah, sampai mereka merasa nyaman di lingkungan baru sadar serta menu makanan yang sering kita ingat, bahkan orang mengingatnya tapi lupa gimana makanan itu jadi enak.

Tentu karena hasil panci dan kayu bakar seimbang sehingga hasilnya juga demikian coba jika waktu kita memilih atau Tuhan menyediakan panci dan kayu bakar yang tak seimbang tentu hasilnya akan jadi gosong layaknya anak-anak itu. Seorang anak akan sukses dan berhasil di publik atau lingkungan sekitarnya dan negara, sudah tentu latar belakangnya itu akan dipertanyakan, ibarat menu makanan siapa yang menyajikannya?

Terkadang tidak semua kesuksesan yang diraih oleh anak-anak mereka dinikamti kembali oleh kedua orang tua mereka, karena kemungkinan ada faktor ajal lebih dulu menjemputnya, tapi apabila hasil sang anak dinikmati oleh orang lain yang dianggap berkalori, tentu jasa kedua orang tuanya akan dipertanyakan, siapakah orang tuanya?

Maka hendaknya kita yang masih memiliki orang tua harus banyak bersyukur bahwa setiap kesuksesan tentu label didikan orang tua akan dipertanyakan oleh publik. Entah mengapa tapi benar bahwa tidak semua orang tua sukses mendidik anaknya, agar mampu menjadi diri mereka sendiri yang kelak bermanfaat bagi banyak orang (publik) ibarat kayu bakar, panci dan serat makanan. Jasa ayah dan ibu tidak selalu mengandung kualitas yang sama pula.

Sekalipun kita berkembang dan memiliki uang sebanyak mungkin atau memiliki materi berlimpah-ruah, kita tidak pernah bertanya pada hati kita, untuk memberikan secukupnya buat kedua orang tua kita, karena anak tidak memilih orang tua melainkan tidak menuntut untuk di lahirkan.

Tapi ibarat menu makanan apabila kita sudah sukses karena menu itu, please jangan lupa panci dan kayu bakar yang pernah berjuang untuk membuat dirimu sehat, tapi mereka hanya diam tanpa minta balik imbalan, tapi kalau ada waktu luang dan uang secukupnya, sediakan tempat yang layak untuk menyimpangnya dengan baik apabila kita tak lagi menggunakannya. Rawatlah mereka apabila mereka sakit karena hubungan itu bukan pilihan melainkan takdir.

Banyak orang tua di luar sana yang tidak pernah menuntut balik apa yang anak-anaknya peroleh, meskipun sesungguhnya mereka sedang membutuhkan, tapi mereka selalu diam tidak menuntut kita, karena itulah jangan lupa bersyukur dan berterima kasih kepada kedua orang tua kita, untuk hal-hal sekecil apapun, karena sejelek apapun panci dan kayu bakar, kita pernah hidup dari mereka sebelum kita menggunakan “Energi Listrik dan Rice Cooker“.

Ibarat rasa yang enak ketika kita berdikari tidak akan kita balikan seutuhnya pada orang tua kita, tapi lebih banyak bagi orang lain, semua tergantung dari menu yang dihasilkan seperti didikan orang tua.

(Visited 8 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Devinarti Seixas

Penulis dan Pendiri KPKers Timor Leste, dengan mottonya: "Kebijaksanaan bukan untuk mencari kehidupan melainkan untuk memberi kehidupan dan menghidupkan". Telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan berupa; berita, cerpen, novel, puisi dan artikel ke BN sejak 2021 hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.