Sikap psikologis siswa dalam proses pembelajaran dapat mendukung atau menghambat keberhasilan. Siswa yang bersikap negatif mencari kesalahan pada sekolah, program, buku, dan guru. Bagi mereka, belajar adalah sebuah “beban”, sebuah kewajiban yang menyedihkan dan menyakitkan. Orang-orang yang mengundurkan diri dan tidak tertarik mencari-cari alasan untuk menunda pekerjaan dan melakukan pekerjaan sesedikit mungkin. Tanpa rasa percaya diri, mereka seringkali patah semangat dan menyerah dalam berjuang pada rintangan pertama. Mereka pesimis. Penghasilan Anda rendah atau nol.

Ciri-ciri sikap negatif adalah: ketidaktertarikan, kurang percaya diri, putus asa dalam menghadapi kesulitan. Dampaknya: memperlambat belajar, mempercepat lupa.

Siswa yang bersikap positif memandang belajar sebagai jembatan yang akan mengantarkannya pada tujuan yang diinginkan. Dengan alasan ketertarikan dan rasa percaya diri, mereka merasakan kegembiraan bahkan semangat terhadap apa yang dilakukannya. Meski menghadapi kesulitan, mereka tetap bertahan dalam pekerjaannya. Mereka optimis. Mereka mempunyai penghasilan yang baik atau tinggi.

Ciri-ciri sikap positif adalah: motivasi, percaya diri dan ketekunan. Efeknya adalah: mempercepat pembelajaran dan berhenti lupa.

Dua orang, dengan kemampuan serupa, mencapai hasil yang sangat berbeda tergantung pada cara mereka, positif atau negatif, mendekati penelitian. Motivasi, kepercayaan diri dan ketekunan meningkatkan kinerja.

1. Motivasi

Tanpa motivasi, tidak ada yang bisa dilakukan. Dengan motivasi, segalanya menjadi lebih mudah dan cepat. Siswa, seperti halnya guru, dokter, pekerja atau atlet, perlu memiliki atau menciptakan alasan-alasan yang menarik untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Rahasia kesuksesan adalah motivasi.

a. Kekuatan motivasi

Motivasi adalah kekuatan yang mengaktifkan dan mengarahkan perilaku. Untuk berhasil di sekolah, siswa harus mempunyai motivasi yang kuat, walaupun tidak berlebihan. Motivasi yang tinggi membangkitkan keinginan untuk belajar. Sebaliknya, motivasi yang terlalu tinggi, berdasarkan ekspektasi imbalan atau hukuman yang besar, menimbulkan kecemasan dan ketakutan akan kegagalan, yang menghambat kecerdasan dan merugikan kinerja.

Tanpa motivasi tidak ada trik yang efisien, Anda belajar sedikit dan cepat lupa. Jika ada alasan yang menarik, subjek netral, “gelap” atau “pahit” mendapatkan “warna” dan “rasa” yang menyenangkan. Motivasi adalah akselerator pembelajaran dan rem dari lupa.

• Akselerator pembelajaran

Jika kita meminta siswa untuk membuat daftar kata, kita akan menyimpulkan bahwa siswa yang termotivasi akan belajar lebih baik.

Seorang siswa yang termotivasi fokus pada pekerjaan. Jangan membubarkan atau mengganggu pelajaran Anda. Seringkali, Anda bahkan tidak menyadari jam-jam yang berlalu, karena Anda tidak merasa lelah atau bosan.

Ketika ada minat dan keinginan untuk belajar, kemajuan akan lebih cepat. Pembelajaran yang termotivasi tidak pernah “netral”.

• Rem terlupakan

Lupa sebagian besar bergantung pada motivasi orang tersebut. Freud menyatakan bahwa kita melupakan apa yang secara tidak sadar ingin kita lupakan. Bagaimanapun, otak adalah “komputer” dengan memori selektif, didorong oleh minat.

Memori menyimpan informasi menurut nada (menyenangkan atau tidak menyenangkan) yang dimilikinya bagi siswa. Segala sesuatu yang penting dan menarik tersimpan dalam ingatan lebih lama dan dapat diingat dengan mudah. Itu sebabnya kita menyimpan, dalam ingatan kita, beberapa fakta penting dari kehidupan kita atau beberapa ide yang lebih menarik. Apa yang tidak relevan dan masuk ke dalam laci terlupakan atau kenangan samar-samar?

b. Penguatan yang menarik

Semua anak muda menderita “kurangnya nafsu makan” untuk belajar dan membutuhkan rangsangan untuk melawan kebosanan di sekolah. Ketika motivasi melemah, siswa membutuhkan penguatan. Stimulasi atau penguatan dapat timbul atas prakarsa pendidik atau atas prakarsa peserta didik itu sendiri.

• Hukuman dan penghargaan bagi pendidik

Para pendidik (guru dan orang tua) biasanya berinisiatif untuk menguatkan minat belajar generasi muda. Terkadang, mereka menggunakan rangsangan atau hukuman negatif (sensor dan ancaman…). Di lain waktu, mereka menawarkan rangsangan atau hadiah positif (pujian, hadiah…).

Pendidik yang baik lebih memperhatikan upaya siswa dibandingkan nilai dan tahu bagaimana memberikan rangsangan yang sesuai dengan keadaan. Mereka tidak segan-segan menerapkan hukuman untuk menghentikan perilaku yang tidak diinginkan. Namun mereka lebih memilih untuk memberi semangat, karena mereka menyadari bahwa penghargaan, bukan hukuman, dapat menciptakan kegembiraan dalam belajar.

• Stimulus yang diciptakan oleh siswa

Siswa tidak boleh mengharapkan segala sesuatu dari “dorongan” yang diberikan pendidik. Anda tidak harus menunggu orang lain memperkuat motivasi Anda. Ini dapat memicu minat Anda pada pekerjaan, menciptakan rangsangan Anda sendiri.

Setelah menyelesaikan tugas yang sulit dengan baik atau mendapat nilai bagus, siswa dapat menawarkan dirinya sesuatu yang disukainya. Menonton acara televisi yang bagus, pergi ke pesta atau ke bioskop, berjalan-jalan, pergi bersama teman-teman.

Hadiah harus berupa insentif yang sebanding dengan penguatannya. Apa yang akan kami katakan tentang seseorang yang menjanjikan perjalanan ke bioskop untuk setiap hal positif!

Hadiah tidak harus berupa materi. Siswa mungkin menganggap kepuasan pribadi dalam mempelajari hal-hal baru atau kegembiraan menyenangkan orang tua dan guru sebagai stimulus yang cukup, atau kesenangan mendapatkan rasa hormat, penghargaan dan perhatian dari orang lain.

• Pikirkan tentang masa depan

Banyak generasi muda yang hanya hidup di masa sekarang dan tidak peduli dengan masa depan. Mereka yang memiliki “kebiasaan mental” memikirkan masa depan dan manfaat yang dapat diberikan oleh studi akan lebih baik. Memikirkan kesuksesan di masa depan dapat menjadi insentif yang kuat untuk bekerja.

Bagi kaum muda, belajar adalah suatu bentuk kepuasan pribadi dan sosial dan, yang terpenting, jaminan kehidupan yang lebih aman. Faktanya, belajar memungkinkan Anda memperoleh pengetahuan dan kualifikasi tertentu yang membuat akses ke pasar kerja lebih mudah, berdasarkan kemampuan Anda sendiri.

Kursus tidak memberi Anda pekerjaan, tetapi memberi Anda lebih banyak peluang untuk mendapatkan peluang karier dan gaji yang lebih baik. Orang yang berkualifikasi dan kompeten lebih dicari dan dibayar lebih baik. Hal ini terjadi di seluruh dunia.

Seorang pemuda yang bertanggung jawab tidak belajar hanya demi kesenangan akan hadiah atau karena takut akan hukuman langsung. Dia tahu dia tidak melakukan “hal yang baik” untuk gurunya atau keluarganya. Dia yakin dia sedang membangun masa depannya sendiri. Dan itulah yang memotivasi dia.

2. Percaya diri

Percaya diri adalah sikap psikologis yang sehat yang meningkatkan minat belajar dan mengurangi kecemasan dan ketegangan yang biasa terjadi pada saat-saat sulit (penilaian tertulis, penilaian lisan atau intervensi di kelas).

Sikap percaya diri tidak boleh disamakan dengan arogansi orang-orang yang menganggap dirinya mempunyai bakat istimewa atau dilindungi oleh “bintang keberuntungan”, seolah-olah “keajaiban” mengetahui tanpa belajar adalah mungkin bagi mereka. Kepercayaan diri yang berlebihan merugikan pembelajaran, karena tidak mengarah pada usaha, tidak mengarah pada pembelajaran.

a. Ketakutan akan kegagalan

Siswa yang tidak percaya diri terlalu menghargai keterbatasannya. Mereka lebih memikirkan kelemahannya dibandingkan kelebihannya. Semakin kurang harga diri mereka meragukan diri mereka sendiri. Mereka bahkan merasa tidak kompeten ketika membandingkan dirinya dengan teman sekelas terbaik di kelas.

Ketakutan akan kegagalan sering kali berasal dari kurangnya rangsangan positif dan penyalahgunaan hukuman oleh sebagian orang tua dan guru. Tuntutan berlebihan dan teguran terus-menerus menimbulkan kecemasan dan mematikan rasa percaya diri.

Beberapa pendidik harus mengubah sikap mereka: memberi lebih banyak dorongan dan mengurangi hukuman. Namun siswa juga dapat melakukan sesuatu untuk mendapatkan rasa percaya diri.

b.  Membangun kepercayaan

Orang yang percaya diri, meskipun menyadari keterbatasannya, menghargai kemampuannya. Mereka tidak memberi makan rasa rendah diri. Mereka merasakan cinta diri, harga diri, kebanggaan pada diri mereka sendiri.

Kepercayaan diri tidak selalu bergantung pada kita. Namun, secara umum, hal itu dibangun selangkah demi selangkah, dengan keberhasilan kecil, berdasarkan usaha sehari-hari.

Pengetahuan dan kesadaran akan tugas yang dipenuhi sangat penting untuk kepercayaan diri. Tidak ada ilusi! Setelah menyelesaikan tugas, “latihan mental” akan membantu siswa membangun kepercayaan diri: mengingat hasil positif dan percaya pada kesuksesan.

• Ingat hasil positif

Bahkan siswa yang sering mendapat nilai rendah telah memperoleh beberapa hasil positif yang membuktikan kemampuan mereka.

Mengingat dan menghargai hasil positif ini menenangkan kekhawatiran dan meningkatkan rasa percaya diri. Lagipula, mereka yang sudah beberapa kali berhasil menang tidak punya alasan untuk merendahkan diri sendiri atau memendam rasa takut yang berlebihan. Siapapun yang sudah menang bisa menang lagi.

• Percaya pada kesuksesan

Sugesti otomatis memiliki kekuatan yang nyata. Percaya pada kesuksesan menarik kesuksesan. Memikirkan kegagalan menarik kegagalan.

“Mimpi” yang positif, asalkan tidak melumpuhkan usaha, membantu menghadapi kesulitan dengan ketenangan. “Semangat kemenangan”, “semangat kemenangan” yang banyak dibicarakan oleh para olahragawan, adalah efisien. Saat mengikuti ujian, ada baiknya berkata pada diri sendiri, dengan keyakinan: “Saya bisa melakukannya; semuanya akan baik-baik saja”.

3. Ketekunan

“Jika orang tahu berapa banyak pekerjaan yang harus saya lakukan untuk menguasai seni saya, mereka tidak akan merasa begitu hebat” – aku Michelangelo yang brilian. Seperti dia, nama-nama tenar lainnya hanya berjaya setelah banyak usaha dan ketekunan.

Untuk menjamin kesuksesan, seorang siswa tidak boleh bergantung pada komitmen orang tua atau kompetensi gurunya. Orang tua, guru dan tutor dapat memfasilitasi, membimbing dan menstimulasi pembelajaran, namun mereka tidak dapat menggantikan upaya anak. Tidak ada “keajaiban” tanpa usaha.

a. Ikuti kursus yang sesuai

Pertama-tama, penting untuk memiliki tujuan yang tepat dan mengikuti arah yang sesuai.

Ketika seorang siswa memilih program studi yang tepat, sesuai dengan minat, keterampilan, dan kemampuannya, mereka dapat memandu perjalanannya dengan lebih baik dan mengatasi rintangan dengan lebih mudah.

Untuk membuat pilihan yang tepat, nasihat yang tenang dan kompeten dari seorang teknisi (guru, psikolog, konselor karir) sangat berharga. Nasihat ini tidak ajaib atau sempurna, namun membantu menemukan arah.

Siswa yang karena saran orang tua atau karena kekeraskepalaannya sendiri mengambil mata kuliah yang tidak sesuai dengan kemampuannya perlu keberanian untuk mengubah mata kuliah. Seperti yang dikatakan penyair Goethe: “tidak semua jalan diperuntukkan bagi semua pejalan kaki”.

b. Jangan menyerah terlalu cepat

Di setiap tahun akademik dan, yang terpenting, dalam maraton besar yang sedang berlangsung, saat-saat keputusasaan muncul. Godaan untuk menyerah adalah hal yang wajar. Namun, jika mata kuliah tersebut dipilih dengan baik dan metode kerjanya benar, maka tidak masuk akal untuk menolak mata pelajaran atau meninggalkan studi.

Berapa banyak orang yang kita kenal yang menyerah terlalu cepat dan menyesalinya? Mungkin orang tua, guru, dan bahkan siswa sendiri mengetahui beberapa contohnya.

Tidak ada seorang pun yang mempersiapkan masa depan mereka dengan memberikan diri mereka kemewahan hanya melakukan apa yang mereka sukai, ketika mereka menginginkannya. Tidak ada karier tanpa perjalanan yang sulit. “Tidak ada kemenangan tanpa penderitaan”, seperti yang dikatakan para olahragawan.

Ketekunan bukanlah pelatihan secara membabi buta. Artinya memiliki kemauan dan keberanian untuk tidak menyerah pada kesulitan pertama. Tanpa ketekunan, tidak ada yang bisa melangkah jauh. Sungai hanya sampai ke laut karena ia belajar mengatasi rintangan.

Rangkuman:

Jika Anda ingin memupuk sikap psikologis yang mendukung pembelajaran:

  • Temukan alasan ketertarikan pada tugas sekolah. Gunakan kekuatan motivasi untuk keuntungan Anda.
  • Pikirkan masa depan Anda. Jangan belajar hanya untuk kesenangan hadiah atau karena takut akan hukuman langsung.
  • Percaya diri. Hargai kemampuan Anda, bukan keterbatasan Anda.
  • Hadapi kesulitan dengan “semangat kemenangan”. Percaya pada kesuksesan.
  • Ikuti kursus sesuai minat dan keterampilan Anda. Mintalah saran untuk memilih dengan baik.
  • Jangan biarkan saat-saat putus asa menguasai Anda. Bersikaplah gigih.

Saya berharap semoga artikel kecil ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya para pelajar, pendidik dan orang tua dapat menerapkannya dalam studi mereka demi kesuksesan masa depan anak didik kalian. Ingat, tidak ada keajaiban tanpa usaha. Ini semua tergantung pada keinginan seorang siswa untuk belajar dan meraih masa depan yang gemilang.

Sumber: Learning to Study (panduan sukses di sekolah) oleh Prof. António Estanqueiro

*************************************

Versão Portugues

Compreender a atitude Psicológica do Estudante

A atitude psicológica do estudante no processo de aprendizagem, pode favorecer ou dificultar o sucesso .

Os estudantes que adoptam uma atitude negativa encontram defeitos na escola, nos programas, nos livros e nos professores. Para eles, estudar é um “frete”, uma obrigação triste e penosa. Desinteressados resignados inventam desculpas para adiar o trabalho e fazer o menos possível. Sem autoconfiança, muitas vezes desanimam e desistem de lutar, aos primeiros obstáculos. São pesismistas. O seu rendimento é baixo ou nulo.

Caracteristicas da atitude negativa são: desinterese, falta de autoconfiança, desânimo perante as dificuldades. Seus efeitos são: trava a aprendizagem, acelera o esquecimento.

Os estudantes que adoptam uma atitude positiva vêem no estudo uma ponte que os conduzirá à meta desejada. Com motivos de interesse e autoconfiantes, sentem alegria e até entusiasmo por aquilo que fazem. Apesar das dificuldades, presistem no trabalho. São optimistas. Têm um rendimento bom ou elevado.

Caracteristicas da atitude positiva são: motivação, autoconfiança e persistência. Seus efeitos são: acelera a aprendizagem e trava o esquecimento.

Duas pessoas, de capacidades semelhantes, alcançam resultados muito diferentes pela forma, positiva ou negativa, como encaram o estudo. A motivação, a autoconfiaça e a persistência fazem subir o rendimento.

1. Motivação

    Sem motivação nada se faz. Com motivação, tudo é mais fácil e mais rápido. O estudante, como o professor, o médico, o operário ou o desportista, precisa de ter ou criar motivos de interesse para realizar bem as suas tarefas. O segredo do sucesso está na motivação.

    a. A força da motivação

      A motivação é uma força que ativa e dirige o comportamento. Para vencer na escola, o estudante deverá possuir uma motivação forte, embora não excessiva. Uma motivação elevada desperta o desejo de aprender. Ao contrário, uma motivação demasiado elevada, com base na espectativa de grandes prémios ou castigos, conduz à ansiedade e ao medo de falhanço, o que tolhe a inteligência e prejudica o rendimento.

      Sem motivação não há truques eficientes aprende-se pouco e esquece-se depressa. Havendo motivos de interesse, os assuntos neutros, “escuros” ou “amargos” ganham uma “cor” e um “sabor” agradáveis. A motivação é um acelerador da aprendizagem e um travão do esquecimento.

      • Acelerador da aprendizagem

      Se pedirmos a dos estudates que decorrem uma lista de palavras, concluiremos que o estudante motivado aprende melhor.

      Um estudante motivado concentra-se no trabalho. Não se dispersa nem interrompe o estudo. Muitas vezes, nem dá pelas horas que passam, pois não sente cansaço nem aborrecimento.

      Quando há interesse e desejo de aprender, avança-se mais depressa. A aprendizagem com motivação nunca está em “ponto morto”.

      • Travão do esquecimento

      O esquecimento depende, em grande parte, das motivações da pessoa. Freud afirma que esquecemos aquilo que inconscientemente desejamos esquecer. Afinal, o cêrebro é um “computador” com uma memória seletiva, movida por interesses.

      A memória guarda a informação de acordo com tonalidade (agradável ou desagradável) que ela tem para o estudante. Tudo o que é significativo e interesante permanece mais tempo na memória e pode ser recordado com facilidade. Por isso conservamos, na nossa memória, alguns factos importantes da nossa vida ou algumas ideias mais atraentes. O que é ideferente entra na gaveta do esquecimento ou das vagas lembranças?

      b. Os reforços do interesse

      Todo o jovem sofre “faltas de apetite” pelo estudo e precisa de estimulos para combater o “fastio” escolar. Quando a motivação enfraquece, o aluno precisa de um reforço. Os estímulo ou reforços podem surgir por iniciativa dos educadores ou por iniciativa dos próprios estudantes.

      • Castigos e prémios dos educadores

      Os educadores (professores e pais) costumam tomar a iniciativa de reforçar o interesse dos jovens pelo estudo. Uma vezes, usam estímulos negativos ou castigos (censuras e ameaças…). Outras vezes, oferecem estímulos positivos ou prémios (elogios, prendas…).

      Os bons educadores estão mais atentos aos esforços do aluno do que as classificações e sabem oferecer estímulos adequados à circunstância. Não hesitam em aplicar um castigo para travar comportamentos indesejáveis. Mas preferem encorajar, pois reconhecem que os prémios, não os castigos, podem criar o gosto de aprender.

      • Estímulos criados pelo estudante

      O estudante não deve esperar tudo dos “empurrões” dados pelos educadores. Não deve esperar que sejam apenas os outros a reforçar a sua motivação. Ele pode alimentar o seu interesse pelo trabalho, criando os seus próprios estímulos.

      Depois de terminar bem uma tarefa difícil ou conseguir uma boa nota, o estudante pode oferecer a sí próprio algo que lhe agrade. Ver um bom programa de televisão, ir a uma festa ou ao cinema, dar um passeio, sair com os amigos.

      Os prémios devem ser incentivos proporcionais ao reforço. Que diriamos de algém que prometesse a si próprio uma ida ao cinema por cada nota positiva!

      Os prémios não precisam de ser materiais. O estudante pode considerar estímulo suficiente a satisfação pessoal de aprender coisas novas ou a alegria de agradar aos pais e professores ou ainda o prazer de conseguir respeito, estima e consideração por parte dos outros.

      • Pensar no futuro

      Muitos jovens vivem apenas o presente e não querem saber do futuro. Procedem melhor aqueles que têm o ‘hábito mental” de pensar no futuro e nas vantagens que os estudos podem proporcionar. Pensar o sucesso futuro pode ser um forte incentivo para o trabalho.

      Para um jovem, o estudo é uma forma de realização pessoal e social e, acima de tudo, uma garantia de vida mais segura. De facto, o estudo permite obter determinados conhecimentos e qualificações que tornam mais fácil o acesso ao mercado de trabalho, por mérito próprio.

      Um curso não dá emprego, mas dá mais hipóteses de saídas profísionais e de melhor salário. As pessoas habilitadas e competentes são mais procuradas e mais bem pagas. Isto acontece em todo o mundo.

      Um jovem responsável não estuda apenas pelo prazer dos prémios ou pelo medo dos castigos imediatos. Ele sabe que não está a fazer um “jeito” aos professores ou à família. Ele acredita que está a construir o seu próprio futuro. E isso que o motiva.

      2. Autoconfiança

      A autoconfiança é uma atitude psicológica saudável que faz aumentar o interesse pelo estudo e diminuir as angústias e tensões próprias dos momentos difíceis (avaliações escritas, avaliações orais ou intervenções nas aulas).

      A atitude de autoconfiança não se deve confundir com a arrogância daqueles que se consideram possuidores de talentos especiais ou protegidos da “estrelinha da sorte” como se para eles fosse possível o “milagre” de saber sem estudar. O excesso de confiança prejudica a aprendizagem, porque não conduz ao esforço, não se aprende.

      a. O medo do fracasso

      Os estudantes sem autoconfiança valorizam excessivamente as suas limitações. Pensam mais nos seus pontos fracos do que nas suas qualidades. Menos prezam-se duvidam de si mesmos. Julgam-se até incompetentes, quando se comparam com os melhores colegas da turma.

      O medo de fracasso tem origem, muitas vezes, na falta de estimulos positivos e no abuso dos castigos por parte de alguns pais e professores. Exigência excessiva e repreensões permanentes criam ansiedade e matam a autoconfiança.

      Alguns educadores têm de mudar de atitude: encorajar mais e punir menos. Mas também o estudante pode fazer alguma coisa para conquistar a autoconfiança.

      b. A construção da confiança

      As pessoas autoconfiantes, apesar de reconhecerem as suas limitações, valorizam as suas capacidades. Não alimentam complexos de inferioridade. Sentem amor-próprio, auto-estima, orgulho de si mesmas.

      A autoconfiança nem sempre depende de nós. Mas, no geral, ela constroi-se, passo a passo, com pequenos êxitos, baseados no esforço diário.

      À autoconfiança sào essenciais o saber e a consciência do dever cumprido. Nada de ilusões! Depois de cumprido o dever, dos “exercícios mentais” ajudarão o estudante a construir a sua autoconfiança: lembrar o resultados positivos e acreditar no sucesso.

      • Lembrar resultados positivos

      Mesmo os estudantes com frequentes notas baixas tiveram já alguns resultados positivos que atestam as suas capacidades.

      Lembrar e valorizar esses resultados positivos acalma apreensões e favorece a autoconfiança. Afinal, quem já conseguiu vencer algumas vezes não tem razões para se desprezar nem para alimentar medos excessivos. Quem já venceu pode voltar a vencer.

      • Acreditar no sucesso

      A auto-sugestão tem poder real. Acreditar no sucesso atrai o sucesso. Pensar no fracasso atrai o fracasso.

      Os “sonhos” positivos, desde que não paralisem o esforço, ajudam a enfrentar dificuldades, com serenidade. É eficiente o “espirito de vitória”, o “espirito ganhador” de que tanto falam os desportivas. No momento de uma prova, vale a pena dizer a si mesmo, com convicção: “sou capaz; tudo sairá bem”.

      3. Persistência

      “Se as pessoas soubessem quanto trabalho tive para dominar a minha arte, ela não lhes pareceria tão maravilhosa” – confessava o genial Miguel Ângelo. Como ele, outros nomes famosos só triunfaram depois de muito esforço e persistência.

      Um estudante para garantir o sucesso, não deve descansar no empenho dos seus pais ou na competência dos seus professores. Pais e professores e explicadores podem facilitar, orientar e estimular a aprendizagem, mas não podem substituir o esforço do jovem. Não há “milagre” sem trabalho.

      1. Seguir o curso adequado

      Torna-se necessário, antes de mais, ter objetivos certos e seguir o curso adequado.

      Quando um estudante escolhe o curso certo, de acordo com os seus interesses, aptidões e capacidades, orienta melhor a sua caminhada e vence mais facilmente os obstáculos.

      Para uma escolha acertada, é valioso o conselho sereno e competente de um técnico (professor, psicólogo, orientador vocacional). Esse conselho não será mágico nem infalível, mas ajuda a encontrar um norte.

      Os estudantes que, por sugestão dos pais ou por teimosa própria, seguem cursos inadequados às suas aptidões precisam de coragem para mudar o rumo. Como diz o poeta Goethe: “nem todos os caminhos são para todos os caminhantes”.

      • Não desistir cedo demais

      Em cada ano letivo e, sobretudo, na grande maratona que é tirar um curso surgem momentos de desânimo. São naturais as tentações de desistência. Porém, se o curso foi bem escolhido e os métodos de trabalho estào corretos, não é razoavel rejeitar disciplinas ou abandonar estudos.

      Quantas pessoas conhecemos que desistiram cedo demais e vieram a arrepender-se? Talvez os pais, os professores e até os próprios estudantes saibam de alguns exemplos.

      Ninguém prepara o seu futuro dando-se ao luxo de fazer apenas o que lhe agrada, quando lhe apetece. Não há carreira sem passagens duras. “Não há vitórias sem sofrimento”, como afirmam os desportivas.

      Persistir não é treinar cegamente. É ter vontade e coragem de não ceder às primeiras dificuldades. Sem persistência, ninguém consegue chegar longe. O rio só atinge o mar porque aprende a contornar os obstâculos.

      Resumido:

      Se deseja cultivar uma atitude psicológica favorável à aprendizagem:

      • Descubra motivos de interesse no trabalho escolar. Utilize a seu favor a força da motivação.
      • Pense no seu futuro. Não estude apenas pelo prazer dos prémios ou pelo medo dos castigos imediatos.
      • Seja autoconfiante. Valorize as sua capacidades, não as suas limitações.
      • Enfrente as dificuldades com “espirito ganhador”. Acredite no sucesso.
      • Siga um curso de acordo com os seus interesses e aptidões. Peça conselho para escolher bem.
      • Não se deixe vencer pelos momentos de desânimo. Seja persistente.

      Espero que este pequenissimo artigo será vale apena para os leitores, especialmente os estudantes, professores e pais pode ser aplicam no estudo dos seus estudantes para ter o sucesso do futuro deles. Lembre-se, não há milagre sem esforçar. Tudo isso depende o desejo de um aluno para ter um futuro melhor.

      Fonte: Aprender a Estudar (um guia para o sucesso na escola) pelo prof. António Estanqueiro

      By Prof. EdoSantos’25

      (Visited 34 times, 2 visits today)
      Avatar photo

      By Aldo Jlm

      Elemen KPKers-Lospalos,Timor Leste, Penulis, Editor & Kontributor Bengkel Narasi sejak 2021 hingga kini telah menyumbangkan lebih dari 100 tulisan ke BN, berupa cerpen, puisi, opini, dan berita, dari negeri Buaya ke negeri Pancasila, dengan motonya 3S-Santai, Serius dan Sukses. Sebagai penulis, pianis dan guru, selalu bergumul dengan literasi dunia keabadian.

      Tinggalkan Balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.