Judul: I Tolok Daeng Magassing, Si Pitung dari Tanah Mangkasara
Penulis: Zainuddin Tika, Adi Suryadi Culla, Hamzah Daeng Temba
Editor: Dr. H. Abd. Rahim, S.E., M.Pd. & H. Abd. Haris Daeng Ngasa
Penerbit: Dinas Perpustakaan Kota Makassar
Tahun Terbit: 2018
Jumlah Halaman: 148
ISBN: –
Nama tokoh ini, I Tolok Daeng Magassing mungkin tidak banyak dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Kemungkinan hanya dikenal disekitar kota Makassar dan Gowa. Itupun hanya orang orang tua zaman dulu saja. Inilah yang menjadi alasan utama dari penulis (3 orang) untuk mendokumentasikan tokoh ini dalam bentuk buku. Diharapkan agar generasi muda akan lebih banyak mengenal tokoh tokoh bersejarah, pahlawan, maupun tokoh yang kontroversi di masa lalu.
Ada 2 bagian buku ini, bagian pertama adalah kisah hidup I Tolok Dg. Magassing dan bagian kedua adalah kisah I Maddi Dg. Rimakka. Buku ini tanpa ada pendahuluan maupun kata pengantar. Hanya ada Sekapur Sirih sebagai pengantar. Kisah pertama tentang I Tolok Dg. Magassing. Tokoh ini hidup pada berjuang pada awal abad ke-20 dan dianggap sebagai pejuang, berasal dari kampung Parapa, yang berjuang melawan penjajahan. Caranya berjuang termasuk unik, karena secara gerilya masuk hutan, dan menghadang pasukan Belanda dan menyerangnya, atau bersama kelompoknya yang berjumlah 40 orang merampok orang Belanda atau pribumi yang pro-Belanda, dan kemudian hasil rampokannya dibagikan kepada rakyat miskin. Orang Belanda menyebutnya Pagorra Patampuloa (perampok yang beranggotakan 40 orang).
I Tolok ini mirip dengan si Pitung dari Betawi yang terkenal, sama dengan Robinhood yang juga berjuang dengan cara merampok dan kemudian membagi hasil rampokannya kepada rakyat miskin. I Tolok menguasai seni beladiri pencak silat. Perjuangannya didukung oleh raja Gowa ke-34 yaitu I Makkulau Dg. Serang Karaeng Lembang Parang Sultan Muhammad Hussein.
Setelah kelompok I Tolok Dg. Magassing meledakkan dan merampok kereta api dari Takalar ke Makassar, Belanda semakin gusar dan membuat sayembara penangkapan I Tolok. Meskipun rakyat lebih banyak yang membela I Tolok, namun pengkhianatan anak buah I Tolok yang menyebabkan dia akhirnya ditangkap oleh pasukan Belanda. I Tolok dan kedua teman seperjuangannya yaitu I Basareng dan I Rajamang dihukum tembak mati oleh pasukan Belanda. Jenazah ketiga pejuang tersebut kemudian diarak keliling kampung oleh Belanda untuk menakuti para pejuang lainnya. I Tolok kemudian di makamkan di kampungnya sendiri yaitu kampung Parapa.
Kisah kedua dalam buku ini adalah I Maddi Dg. Ri Makka seorang pejuang juga. I Maddi juga berjuang sezaman dengan I Tolok yaitu pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. I Maddi memiliki ilmu kekebalan tubuh dan menguasai seni beladiri pencak silat, sehingga dia dengan mudah masuk menjadi anggota Prajurit Kerajaan Gowa pada posisi Pengawal Pribadi Raja Gowa atau dikenal dengan istilah Paklapak Barambangna Sombayya ri Gowa. Sebagai pengawal pribadi, I Maddi sering konflik dengan pasukan Belanda yang selalu ingin turut campur urusan kerajaan, sehingga I Maddi bersama para pengikutnya memberontak terhadap penjajah Belanda.
Pasukan Belanda yang semua dilengkapi dengan senjata akhirnya dapat menangkap I Maddi, dan memenjarakannya selama beberapa tahun. Selama I Maddi dipenjara, Belanda semakin leluasa mencapuri urusan kerajaan Gowa, karena tidak ada lagi penghalangnya.
I Maddi menjalani hukum penjara selama beberapa tahun, lalu kemudian dilepaskan. Bebas dari penjaara, Raja Gowa kemudian mengembalikan I Maddi ke kampung halamannya yaitu Binamu. Di kerajaan Binamu, I Maddi juga bertugas sebagai pengawal pribadi Karaeng Binamu yang juga merupakan paman I Maddi yang bernama Karaeng Bonto Tangnga. Namun kemudian terjadi konflik antara I Maddi dengan pamannya, Karaeng Binamu. I Maddi kemudian meninggalkan Binamu dan diangkat menjadi Raja Turatea.
Kerajaan Binamu dan Turatea pada awalnya bersahabat, namun karena politik Belanda yang suka memecah belah, akhirnya terjadi konflik diantara kedua kerajaan. Puncaknya adalah terbunuhnya I Maddi oleh serangan tombak sekutu Karaeng Bonto Tangnga. I Maddi kemudian dimakamkan di Tonro Kassi, Kecamatan Tamalate.
Buku ini memuat kisah dua pejuang yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat Sulawesi Selatan yaitu I Tolok Dg. Magassing dan I Maddi Dg. Ri Makka. Kedua kisah ini dapat menambah pengetahuan para generasi muda tentang kisah hidup dan perjuangan tokoh zaman dahulu. Sayanganya, buku ini banyak sekali typo atau salah ketik. Illustrasi gambarnya banyak yang tidak sesuai topik yang ditampilkan.
Buku koleksi Deposit, Bidang Pembinaan Perpustakaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.
