Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah mengetahui bahwa Anda tidak mengetahui apa-apa

socrates

TEORI-TEORI KEBENARAN

Seorang Manusia  memiliki akal dan selalu berusaha untuk menemukan sebuah kebenaran.

Salah satu cara yang sudah ditempuh untuk memperoleh kebenaran, yaitu  dengan metode melalui pengalaman atau empiris lalu Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip/ hasil – hasil yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dan dapat dimengerti.

Berbagai cara telah ditempuh oleh para pemikir untuk sampai pada rumusan tentang kebenaran yang dipaparkan sebelum ini.

Cara-cara yang telah ditempuh tersebut kini telah merupakan atau muncul dalam berbagai bentuk teori tentang kebenaran, yang oleh Kattsoff disebut “ukuran kebenaran”, Teori atau ukuran kebenaran yang disebut Kattsoff adalah, Koherensi (Coherence Theory), paham Korespondensi (Correspondence Theory), Paham Empiris dan Pragmatis. (Lihat Kattsoff, op.cit., hal. 180-187; dan Hamami, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM).

Dalam tulisan ini hanya akan membahas tiga teori saja, yaitu Teori kebenaran Koherensi, Korespondensi, dan Teori Pragmatis.

1). TEORI KOHERENSI (Coherence Theory)

“koherensi” (coherence. Inggris = sticking together, consistent (especially of speech, thought, reasoning), clear, easy to understand; Latin: cohaerere = melekat, tetap menyatu, bersatu).(Peter L. Angles, A Dictionary of Philosophy, (London: Harper & Row Publishers, 1981).

Koherensi berarti hubungan yang terjadi karena adanya gagasan (prinsip, relasi, aturan, konsep) yang sama

Teori ini banyak dianut oleh penganut idealisme, seperti: FH. Bradly (1846-1924) The Coherence Theory of Truh yang sering pula dinamakan The Consistence Theory of Truth. (Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), hal. 23.

Secara singkat paham ini mengatakan bahwa suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi yang benar atau jika makna yang dikandunganya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita.

Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Teori koherensi ini juga termasuk dalam katagori “Veritas de raison” yaitu, kebenaran- kebenaran yang masuk akal dan juga melahirkan berpikir deduksi yang sangat diperlukan untuk matematika.

Alam pikiran teori ini terpadu secara utuh/koheren, baik argumentasinya maupun kaitannya dengan pengeahuan-pengetahuan sebelumnya yang dianggap benar.

Teori ini dikenal juga sebagai teori justifikasi, karena dukungan dari keputusan-keputusan yang terdahulu yang sudah diakui dan diterima kebenarannya.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, teori ini banyak dianut atau berakar pada pola filsafat idealisme yaitu Idealisme Plato yang mendewakan dunia ide.

Baginya (Plato) yang nyata itu adalah ide dan ide ini abadi. Dengan demikian, dunia dan seluruh isinya berupa perwujudan dari ide tersebut dan sifatnya berubah-ubah, yaitu tidak abadi.

Seperti; “kucing” yang sebenarnya diciptakan oleh Tuhan berarti kucing yang ideal, unik dan merupakan “ kucing” yang sebenarnya.
Kucing-kucing partikular yang kita lihat di sekitar kita adalah hanya perwujudan belaka.

Jadi teori ini memberikan ukuran kebenaran pernyataan pada adanya hubungan antara pernyataan itu dengan pernyataan yang lain atau pengalaman sebelumnya yang diakui kebenarannya.

Jika ada hubungan berarti benar, jika tidak berarti tdak benar. Kebenaran terletak pada hubungan antara pernyataan dan pengalaman.

Semakin banyak hubungannya, semakin tinggi derajat kebenaran itu.

2). TEORI KORESPONDENSI (Correspondence Theory).

White dalam bukunya, R. Allan White, Truth; Problem in Philosophy, (New York: Doubledaly & Company, 1970), menyebut teori ini sebagai teori yang paling tua (tradisional).

Sebutan yang sama juga diberikan oleh Hornie yang mengatakan “The Theory of Correspondence is an old one”.

Teori ini eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872- 1970). Inti ajarannya tentang kebenaran adalah bahwa suatu pernyataan itu benar jika makna yang dikandungnya sungguh-sungguh merupakan halnya, dinamakan “paham korespondensi” kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sesungguhnya merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya.

Teori kebenaran ini termasuk dalam katagori “veritas desfait” yaitu kebenaran- kebenaran berdasarkan kenyataan.

Teori ini melahirkan cara berpikir induksi  diartikan sebagai salah satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan oleh para ilmuwan, yang tampak dalam statistika.

Kebenaran dalam paham ini terletak pada kesesuaian hubungan antara pernyataan dengan obyek yang bersifat faktual.

Paham ini banyak dianut oleh penganut realisme dan metarialisme dan berkembang pada abad ke-19 di bawah pengaruh Heggel.

dan sangat menghargai pengamatan empirik serta memuji cara kerja aposteriori.

Titik tolaknya pada dua realitas – sebagaiman yang telah disebutkan di atas – yaitu Pernyataan dan Kenyataan.

Sebenarnya unsur-unsurnya sudah ada sejak Heraklitus. Kemudian diteruskan oleh Aristoteles, juga tampak dalam pandangan Thomas Aquinas dan didukung oleh para filsuf Inggris sejak abad pertengahan sama masa pencerahan. Lihat C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, (Jakarta: Gramedia, 1989).

Penganut realisme membawa ukuran kebenaran dari dunia ide ke dunia empiris dan kenyataan kebenaran berada pada alam realitas obyektif.

Rasionalisme dipergunakan dalam rangka empirisme atau rasionalisme dilihat dalam rangka empirisme. Lihat Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1995).

3). TEORI PRAGMATISME (Pragmatic Theory).

Paham pragmatik sesungguhnya merupakan pandangan filsafat kontemporer yang berkembang pada akhir abad ke-19.

Dalam pandangan The Pragmatic Theory of Truth, menurut Patrick adalah seperti dinyatakannya sebagai berikut:

Teori, hipotesa atau idea adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis.

Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang berlaku.

Teori ini dicetuskan oleh Charles S. Peire (1839-1914) dan kemudian dikembangkan oleh ahli filsafat, diantaranya: William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.

Term, Pragmatisme berasal bahasa Yunani, Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan dan tindakan.

Sebenarnya ajaran pragmatisme berbeda-beda caranya sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi yang ditekankan.

Namun semua penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuen.

Kebenaran menurut teori ini adalah suatu pernyataan yang diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

Yaitu, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan dalam kehidupan manusia.

Kebenaran tidak diukur dengan adanya hubungan atau kesesuaian antara pernyataan dengan lainnya. Kebenaran berada pada fungsi dan kegunaan.

Benar sesuatu itu jika berfungsi dan berguna, tidak benar jika tidak berfungsi dan tidak berguna.

Sumber : medsos

KESIMPULAN

Ketiga teori tentang kebenaran (koherensi, korespondensi dan pragmatis) inilah yang nampaknya dianggap paling banyak berpengaruh dalam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya, dalam kerangka menegakkan kebenaran yang memiliki bobot ilmiah.

Suatu kebenaran dipandang sebagai berbobot ilmiah bila ia memiliki sifat obyektif, yaitu bahwa kebenaran suatu teori harus dipandang oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan objektifnya, yakni kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek.

Kebenaran adalah suatu hal yang bisa dikatakan benar dan di dasarkan dengan  alasan yang jelas dan logis. Kebenaran dalam ilmu pengetahuan atau kebenaran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang sudah jelas pasti kebenarannya menurut norma-norma atau prinsip- prinsip keilmuan.

Kebenaran ilmiah cenderung bersifat objektif, di dalamnya terkandung sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi tetap  saling bersesuaian.

Kebenaran ilmiah memiliki tiga sifat dasar, pertama, struktur yang rasional-logis, kedua isi empiris, ketiga dapat diterapkan (pragmatis).

Teori kebenaran korespondensi merupakan teori yang memiliki pandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju kepada pernyataan tersebut.

Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar apabila ada kesesuaian di antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan sebuah kebenaran (fakta).

Filsafat mengajarkan kita untuk berpikir bijak dalam hidup, sehingga setiap momen yang dijalani lebih dalam maknanya. Mari Belajar Filsafat agar Bijaksana

sudirman Muhammadiyah

REFERENSI SUNTING

1). Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993).

2). M.J. Langevald, Op Weg Noor Weijsgering Denban , alih bahasa G.J. Claessen, “Menuju ke Pemikiran
Filsafat”, (Jakarta: Pembangunan , t.t).

3). Jujun S. Suriasumantri, Mencari Alternatif Pengetahuan Baru, dalam; A.M. Saifuddin,  “Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi”, (Bandung: Mizan, 1991).

4).Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, bagian II, alih bahasa Wajiz Anwar, (, bagian II, alih bahasa Wajiz Anwar, (Yogyakarta: Yayasan al-Jami‟ah, 1968).

5). R. Allan White, Truth; Problem in Philosophy, (New York: Doubledaly & Company, 1970), yang juga dikutip oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM,

6).Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM, Ibid., hal. 116; Teks aslinya dapat dibaca pada R.F.A. Hornie, Studies in Philosophy, (London: George Allen & Unwin Ltd.), 1952

7). Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)

8). C. Verhaak dan Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, (Jakarta: Gramedia, 1989),

9).Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),

Mengenai orang bodoh,
imam Ali bin Abi Thalib as
memiliki perkataan yg menarik.

Beliau menuturkan:

اثبات الحجّة على الجاهل سهل، ولكن اقرا ره بها صعب

“Membuktikan kebenaran
kepada orang bodoh itu mudah,

tetapi membuatnya
menerima kebenaran itu susah.”

(Visited 8,741 times, 24 visits today)
Avatar photo

By Sudirman Muhammadiyah

Dr. Sudirman, S. Pd., M. Si. Dosen|Peneliti|Penulis| penggiat media sosial| HARTA|TAHTA|BUKU|

5 thoughts on “Memahami Filsafat: Teori-Teori Kebenaran”
  1. Kebenaran dan membenarkan suatu pernyataan atau pendapat membutuhkan sudut pandang untuk dapat melihat bukan dari satu sisi tapi dr beberapa sisi yang lain. Karena setiap pendapat pasti akan melahirkan pernyataan berbeda jika melihat dari sudut pandang jika mengamati nya dari sisi-sisi yang lain,dan dapat pula bertentangan jika mengamati nya hanya dari satu sisi saja. Inilah gunanya Qt harus pahami akan filsafat dan teori-teori dalam kehidupan ini. Sekian dr saya,jikalau salah mohon dimaafkan

  2. Belajar filsafat bukan tdk mungkin untuk dilakukan semua org tapi ingat, apa yg di ucapkan dan yg dilakukan serta yg dirasakan oleh penemunya atau penulisnya lalu kita membenarkan krn semua ilmu punya proses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: