Oleh : Muhammad Sadar*

Kata Gerilya berasal dari bahasa Spanyol: Guerrilla yang secara harfiah berarti perang kecil.Gerilya sebagai sistem perang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, penuh kecepatan dan ketepatan, sabotase dan biasanya dalam tim kecil tapi sangat fokus dan efektif. Para gerilyawan mampu mengelabui, menipu musuh bahkan melakukan serangan kilat.Taktik ini sangat manjur membantu ketika menyerang musuh dalam jumlah besar yang kehilangan arah dan tidak menguasai medan secara tidak terlihat.

Sejak aku masa kecil hingga remaja bersama saudaraku antara umur 11-20 tahun, oleh Ayahku sering dikisahkan dan digambarkan peristiwa-peristiwa yang dialaminya pada masa revolusi fisik 45.Cerita heroisme yang sarat dengan perjuangan dalam mempertahankan Kemerdekaan Negara Indonesia antara lain insiden tewasnya salah satu komandan beliau yaitu Andi Muhammad Siripin atau yang dikenal dengan sebutan AMSIR yang menjadi ikon Perguruan Tinggi ternama di Kota Pare Pare saat ini. Peristiwa tersebut terjadi di kampung Salosso Desa Balusu Kecamatan Balusu Kabupaten Barru. Peristiwa tewasnya Sang Komandan berawal dari pertempuran sengit menghadapi NICA secara frontal dengan persenjataan yang tidak seimbang. Kematian beliau sangat tragis karena anggota tubuh hingga alat kelaminnya turut dicincang oleh musuh laknatullah. Oleh Pemerintah Kabupaten Barru dibangun sebuah monumen peringatan untuk menghormati perjuangan Andi Muhammad Siripin di Salosso. Saya pernah berkunjung di monumen tersebut pada event napak tilas perjuangan Garongkong-Paccekke 15 tahun silam.

Pasca ekspedisi TRIPS dan Konferensi Paccekke maka konsolidasi dan evaluasi perjuangan diperkuat dalam menghadapi NICA. Strategi dan sistem gerilya akan diterapkan sebagaimana pengalaman A.H.Nasution sebagai Panglima Divisi Siliwangi membentuk kantong-kantong gerilya di wilayah pendudukan musuh. Menurut laporan ketika itu selama 3 bulan tahun 1946, Belanda banyak mengalami kerugian terutama kehilangan pasukan dan persenjataan serta logistik perang selama penerapan taktik gerilya di Jawa Barat.

Selanjutnya, sistem perang gerilya oleh Jenderal Soedirman dilakukan setelah ibukota negara Yogyakarta jatuh pada agresi militer II Belanda 1948. Hingga Jenderal Soedirman dan para gerilyawan melakukan serangan umum 01 Maret 1949 terhadap pendudukan Belanda dan menguasai Yogyakarta selama 6 jam dan memberikan pesan kepada dunia bahwa negara Indonesia tetap eksis walaupun pemerintahan sipil Soekarno-Hatta lumpuh dalam tawanan Belanda.

Para pejuang 45 ini selain bertempur di medan laga, mereka juga mendesain sebuah lagu mars perjuangan untuk mensupport kobarkan semangat kejuangan. Itulah Ayahku sering kali melantunkan lagu mars perjuangan 45 dengan lirik sebagai berikut:

Gerilya..gerilya..
Gerilya Indonesia…
Tua dan muda…
Laki-wanita…
Bersatu padu dalam gerilya…
Mengusir menghantam membasmi penjajah…
Itulah sikap gerilya Indonesia…

Rel di bongkar,
Konvoi dihadang, jembatan diruntuhkan, pohon ditebang,
telepon diputus,
Belanda ditawan,
Pengkhianat digorok…
Allahu Akbar.

Entah siapa yang menciptakan lagu mars tersebut ketika Ayahku masih konsolidasi perjuangan di Markas Besar Tentara di Yogyakarta 1946.

Muhammad Nawawi, fighter nation is never die.

Palanro,18 Agustus 2023

(Visited 51 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: