Oleh: Gugun Gunardi*
Pengantar
Sejak pertengahan tahun 2020, situasi Proses Belajar Mengajar (PBM), berubah total. Dalam PBM, yang biasa dilakukan oleh guru maupun dosen, bertemu dengan peserta ajar di ruang kelas. Pada saat itu tidak bisa dilakukan lagi. Maka PBM diselenggarakan lewat jendela kecil di laptop, window pc, atau HP android, dari jarak yang berjauhan di antara pengajar dan peserta ajar. Maka muncullah istilah work from home (WFH), yang sampai saat ini untuk kondisi tertentu masih berlaku.
Kondisi WFH ini dipicu oleh kehadiran Covid 19. Berdasarkan verifikasi tim fakta Jabar Saber Hoaks yang dilansir dari laman usatoday.com, awalnya, virus Covid-19 baru disebut sebagai “2019 Novel Coronavirus” atau “2019-nCoV.” Kemudian pada bulan Februari, WHO menyebutnya sebagai Covid-19. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), kata Covid-19 merupakan singkatan dari kata “CO” yang berarti “COrona”, “VI” adalah “VIrus”, dan “D” adalah “Disease alias penyakit”. Sementara angka “19” menunjukan tahun ditemukannya varian virus tersebut, yakni tahun 2019.
Pembahasan
Pada awal diberlakukan PBM, rapat, pertemuan, seminar, WFH dsb., dengan menggunakan jendela zoom meet atau google meet, keluhan banyak didengar dimana-mana. Ada yang mengatakan seperti tidak serius dalam bekerja, kurang apdol dalam PBM (karena tidak bertatap langsung) dsb. Tetapi dengan berjalannya waktu, keluhan-keluhan tersebut pelan namun pasti tidak terdengar lagi. Masing-masing individu mulai menikmati kehadiran jendela zoom meet maupun google meet, di dalam aktivitas sehari-hari.
Yang menjadi kendala terbesar dengan diberlakukannya PBM jarak jauh, adalah alat yang digunakan, terutama adik-adik pelajar SD. Mereka pada umumnya yang berada di pedesaan, tidak memiliki alat yang namanya android. Sehingga untuk mendengarkan dan menyimak PBM, para siswa sering berkumpul di satu rumah siswa yang memiliki alat android tersebut. Aktivitas ini berjalan kurang lebih setengah tahun 2020. Berikutnya, memasuki awal tahun 2021, PBM jarak jauh dengan menggunakan jendela zoom meet dan google meet, sudah berjalan dan diterima dengan baik oleh limgkungan pembelajaran.
Sama dengan para siswa SD, SMP, dan SMA, pada awal diberlakukannya WFH, banyak keluhan yang terlontar, meskipun pada umumnya mereka mempunyai alat untuk WFH ini, tetapi tetap saja masih ada yang terkendala dengan sinyal yang buruk, sehingga PBM tidak dapat diikuti dengan lancar. Meskipun secara finansial banyak yang diuntungkan, karena mereka tidak usah diam di kos-kosan, atau mengeluarkan uang untuk transfor ke kampus. Yang diperlukan adalah menyiapkan kuota, yang lebih murah jika dibandingkan dengan membeli bbm atau ongkos ke kampus.
Begitu juga para pengajar, pada awal penggunaan jendela zoom untuk WFH, ada kecanggungan tersendiri. Tidak bisa betegur sapa langsung dengan para peserta ajar. Yang lebih parah, tidak sedikit para peserta ajar yang hanya menghidupkan jendela zoom nya saja, individu nya entah ada entah tidak untuk mrngikuti kuliah, entah terbangun atau tertidur. Itulah kendala PBM jarak jauh. Padahal kalau bertemu di kelas pun, mungkin ada saja yang tertidur, tapi tidak diketahui. Kendala ini berjalan, berbarengan dengan keluhan. Sampai akhirnya kita bisa menerima apa adanya berbagai permasalahan, mana kala kita melaksanakan PBM jarak jauh.
Setelah masuk pada dekade menerima apa adanya PBM jarak jauh. Muncul pikiran-pikiran cerdas para cendekiawan untuk memanfaatkan kemudahan yang diperoleh melalui penggunaan zoom meet atau google meet tersebut. Mulailah kecanggihan alat ini digunakan untuk bermain musik bersama, meskipun tidak sempurna hasilnya. Tetapi, minimal keinginan bermusik bersama tersalurkan. Tentu saja para cendekia di lingkungan kampus lebih cerdas lagi memanfaatkan alat canggih tersebut. Para cendekia kampus mulai bangkit membuat kegiatan bernuansa akademik, bisa berupa web-based seminar atau webinar, yaitu seminar yang dilaksanakan secara online, ujian sidang skripsi, ujian sidang tesis, sampai ujian sidang tertutup maupun terbuka untuk progran S3. Semua dilaksanakan dengan apa adanya, dan tidak merasa canggung lagi.
Pada akhirnya, kita harus mengakui bahwa melalui pertemuan jarak jauh lewat zoom meet dan google meet ini, memberikan kemudahan-kemudahan tersendiri, untuk suatu pertemuan ilmiah. Para peserta yang berjarak jauh dari tempat dilaksanakan pertemuan ilmiah, dapat mengikuti tanpa mengeluarkan ongkos pesawat yang cukup mahal. Suatu pertemuan ilmiah dapat diikuti oleh para akadenisi dari Sabang sampai Merauke. Di mana pun penyelenggara menyelenggarakan pertemuan ilmiah tersebut. Malah, tidak sedikit pertemuan ilmiah tersebut diikuti oleh peserta dari luar negeri. Karena semakin diperhatikan keperluan satelit untuk keperluan pertemuan jarak jauh ini, kendala sinyal buruk itu sudah jarang dikeluhkan lagi oleh para pengguna zoom meet dan google meet.
Yang menggembirakan adalah pelaksanaan BIMA atau Bincang Ilmiah, yang kadang-kadang dihadapkan pada kesulitan tempat dan peralatan yang diperlukan sudah tidak terdengar lagi. BIMA, yang biasanya membuat repot perangkat kampus dengan peralatan dan undangan kepada peserta, sekarang sudah dimudahkan dengan kehadiran zoom meet dan google meet. Keberterimaan para akademisi untuk menggunakan alat tersebut untuk pertemuan ilmiah, sangat memudahkan penyelenggaraan pertemuan ilmiah tersebut.
Para cedekiawan sangat paham bahwa BIMA, harus dihidupkan di lingkungan akademik atau di kampus. Maka, pematangan keilmuann lewat diskusi terpumpung ini, terbentuklah suasana keilmuan di kampus, kapan saja dengan pendanaan yang tidak mahal. Suasana seperti ini yang harus dibangun di lingkungan kampus. Yaitu, diskusi ilmiah lewat BIMA maupun Webinar, yang dapat menghadirkan pembicara ysng handal, dan mengundang para peserta, dengan tidak ribet harus pergi jauh ke kota lain, atau ke negara lain.
Penutup
Pada awalnya, penggunaan zoom meet dan google meet dikeluhkan oleh masyarakat akademik. Karena PBM, Seminar, Pertemuan Ilmiah, Bincang Ilmiah, terasa kurang afdol karena tidak bertatap muka langsung. Akan tetapi, perjalanan waktu dan keberterimaan masyarakat akademik, sudah mengubah pola pikir tersebut. Saat ini, pertemuan ilmiah, diantaranya BIMA, lebih mudah dilaksanakan secara online.
Bentuk ini memungkinkan suasana diskusi terpumpung dapat dilaksanaksn kapan saja, dan tidak ribet. Suasana sentuh keilmuan seperti inilah, yang akang menghidupkan atmosfir keilmuan di kampus.
*Dosen Tetap Unfari Bandung