Ternyata mendonasikan buku di perpustakaan terbesar di Hong Kong tidak semudah yang saya bayangkan. Tahap demi tahap harus dijelaskan secara rinci dan jelas. Buku yang didonasikan tidak bisa sembarangan masuk karena harus melalui seleksi terlebih dahulu.
Alhamdulillah, setelah menjalani beberapa proses, akhirnya buku pertama saya yang berjudul “Kata Doa Cinta” terbitan Bengkel Narasi diterima, disambut dengan ramah dan baik oleh petugas perpustakaan. Buku yang berjudul “Kata Doa Cinta”terbitan dari Bengkel Narasi mungkin menjadi salah satu buku pertama yang masuk ke perpustakaan terbesar di Hong Kong ini.
Tidak banyak foto yang bisa saya sertakan untuk sekadar mendokumentasikannya karena memang peraturannya sangat ketat. Tidak boleh mengambil foto sembarangan tanpa ada izin dari petugas perpustakaan. Akhirnya, hanya beberapa foto yang bisa saya ambil, itu pun setelah meminta izin terlebih dahulu.
Baik pengunjung maupun pendonatur sangat dilarang mendokumentasikan gambar/foto dalam bentuk apa pun di dalam perpustakaan. Bahkan, untuk sekedar berfoto dengan petugas juga sangat dilarang,
semua ada aturannya. Kamera CCTV di setiap sudut ruangan siap memantau. Bagi yang melanggar langsung ditindak tegas oleh petugas.
Suasana di dalam ruangan perpustakaan terasa sangat tenang sekali, tidak ada suara berisik. Semua sibuk menikmati lembar demi lembar buku yang dibacanya. Berbagai fasilitas gratis seperti media elektronik semua menggunakan headset. Kenyamanan pengunjung begitu sangat dihormati.
Hong Kong Central Library adalah perpustakaan terbesar dan utama di Hong Kong, terletak di persimpangan Moreton Terrace dan Causeway Road di Causeway Bay. Perpustakaan ini merupakan pusat perpustakaan umum yang berfungsi sebagai perpustakaan nasional.
Letaknya sangat strategis, tepatnya di depan Victoria Park. Victoria Park adalah salah satu taman yang menjadi tempat favorit para pekerja migran asal Indonesia. Sehingga tidak sedikit dari mereka menghabiskan waktu liburnya sambil menikmati semua fasilitas gratis yang ada disediakan di perpustakaan.
“Selamat dan terus berkarya ya? Saya bangga dan salut kepada Anda!” ucap salah satu petugas perempuan sambil memeluk dan tersenyum ramah kepada saya.
Intinya, mereka sangat terharu. Masih sempat-sempatnya menulis bahkan sampai mengeluarkan sebuah karya berbentuk buku dengan profesi saya yang seorang pekerja migran di Hong Kong.
Dengan harapan semoga bisa dinikmati oleh para pembaca, khususnya warga negara Indonesia yang berada di Hong Kong. Sebagai saksi dan warisan, membentuk jejak dalam sejarah buruh migran di Hong Kong. []