Oleh: Ruslan Ismail Mage*
Konsep Mulia di Atas Kertas
Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) pada dasarnya memiliki tujuan yang mulia. Dengan luas kawasan sekitar 1.756 hektare, proyek ini digadang-gadang untuk memaksimalkan daya dukung lingkungan, meningkatkan perekonomian, dan mengembangkan sektor pariwisata. Kawasan ini dikembangkan oleh Agung Sedayu Group, milik Sugianto Kusuma atau Aguan.
Namun, seperti banyak proyek besar lainnya, implementasi di lapangan kerap menghadirkan tantangan yang jauh dari apa yang tertulis dalam konsep. PSN PIK 2 justru memicu berbagai masalah yang berpotensi konflik, terutama dengan rakyat pemilik lahan di sekitar kawasan tersebut.
Kritik dari Forum Tanah Air dan MUI
Kondisi lapangan menunjukkan bahwa proyek ini tidak lepas dari kontroversi. Forum Tanah Air dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat beberapa hal yang menjadi sorotan:
- Keuntungan untuk Segelintir Orang—Pembangunan PIK 2 hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat lokal justru terpinggirkan dari proses pembangunan.
- Kawasan Hutan Lindung—Sebagian besar wilayah PSN PIK 2 berada di kawasan yang secara hukum dilindungi sebagai hutan lindung.
- Perampasan Lahan—Masyarakat pemilik lahan mengalami tekanan untuk menerima ganti rugi dengan harga rendah, menggunakan dalih proyek strategis nasional.
Ketiga poin ini menjadi akar permasalahan yang mengancam stabilitas sosial di lapangan. Dengan membawa nama PSN, rakyat kehilangan nilai tawar atas tanah mereka. Ketika tanah rakyat ditawarkan dengan harga murah atas nama proyek nasional, ini menimbulkan kritik tajam dari berbagai pihak.
Polarisasi dan Konflik Sosial
Dinamika di lapangan menunjukkan adanya polarisasi yang mengarah pada konflik sosial. Setidaknya terdapat dua kelompok yang saling berseberangan:
- Pembela Hak-Hak Rakyat—Kelompok ini berjuang untuk mempertahankan hak-hak rakyat kecil yang merasa terpinggirkan oleh pengembang.
- Buser Bayaran—Kelompok ini diduga merupakan pihak-pihak yang dibiayai oleh perusahaan untuk menekan masyarakat dan memuluskan pengembangan proyek.
Konflik ini tidak hanya terjadi di lapangan, tetapi juga merambah ke media sosial. Di dunia maya, kedua kelompok ini saling melontarkan narasi yang saling menyudutkan. Polarisasi semakin tajam, bahkan sampai pada ancaman-ancaman yang berpotensi membawa kekerasan di dunia nyata. Jika situasi ini tidak segera diatasi, peperangan narasi di media sosial dapat menjelma menjadi benturan fisik yang tak terhindarkan.
Presiden Perlu Bertindak Tegas
Melihat potensi konflik yang semakin mengkhawatirkan, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah penting dengan menyatakan bahwa pengembangan PSN PIK 2 akan dikaji ulang. Langkah ini patut diapresiasi, namun yang lebih penting adalah hasil dari kajian tersebut. Kajian ulang ini harus benar-benar menghasilkan keadilan bagi rakyat.
Jika kajian ulang hanya menjadi formalitas tanpa solusi konkret, konflik yang telah terjadi bisa meluas dan memicu ketegangan nasional. Negara harus hadir sebagai penengah yang adil, bukan sekadar memberi wewenang kepada pengembang untuk menggunakan nama PSN dalam kepentingan bisnis semata.
Menuju Keadilan Sosial
Proyek besar seperti PSN PIK 2 seharusnya menjadi sarana untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan keberpihakan yang jelas kepada rakyat kecil, proyek ini justru menjadi benih konflik yang mengancam harmoni sosial. Kita berharap, langkah Presiden Prabowo untuk mengkaji ulang proyek ini menjadi titik awal bagi terciptanya solusi yang adil dan inklusif bagi semua pihak.
*Penulis adalah akademisi, penulis buku-buku politik, demokrasi, dan kepemimpinan.