Oleh: H. Tammasse Balla

Waktu adalah rahasia yang tidak pernah bisa diraih kembali, ia terus bergerak seperti aliran sungai yang tiada henti. Aku dilahirkan di sebuah dusun kecil, di antara gemericik air sawah dan nyanyian jangkrik malam. Ibu, perempuan tangguh yang menanti kehadiranku dengan sabar, membungkusku dalam kasih sayang yang hangat. Ayah, dengan keringat yang membasahi dahi, menjadi teladan kerja keras yang kukagumi sejak kecil. Hari-hari itu berlalu dalam kesederhanaan, namun penuh makna. Di situlah, di pelukan desa, lorong waktu mulai membawaku mengarungi kehidupan.

Masa kanak-kanak ibarat musim bunga, penuh warna dan ceria. Aku berlarian di pematang sawah, tertawa riang bersama teman-teman yang kini entah di mana. Kami mengejar layang-layang, bermain petak umpet, dan tertidur di bawah rindangnya pohon besar setelah lelah bermain. Di balik tawa itu, aku belajar banyak hal: arti persahabatan, keberanian, dan tanggung jawab kecil seperti membantu ibu di dapur atau membawa hasil panen ke pasar. Kenangan itu kini tersimpan rapi dalam sudut hatiku, tak akan tergantikan oleh apa pun.

Ketika usia beranjak dewasa, lorong waktu mempercepat langkahnya. Aku meninggalkan desa, mengejar mimpi di kota yang besar dan penuh tantangan. Rasanya seperti menyeberangi jembatan panjang yang menggantung antara masa lalu dan masa depan. Di kota itu, aku belajar banyak hal: bertahan dalam kesepian, menghadapi kegagalan, dan merangkai cita-cita. Pada saat itu, aku sadar, kehidupan tidak selalu indah seperti masa kecil. Ada luka, kecewa, dan air mata, tetapi semua itu menjadi pengingat bahwa hidup adalah perjalanan yang harus disyukuri.

Tahun berganti tahun, hingga aku bertemu dengan pasangan hidupku, belahan jiwa yang menemaniku melintasi lorong waktu berikutnya. Kami membangun keluarga kecil yang penuh cinta dan pengorbanan. Anak-anak lahir, membawa tawa dan harapan baru. Pada saat itu, aku mulai melihat diriku dalam diri mereka kekhawatiran yang pernah dialami ayahku, dan kasih sayang yang selalu ibu curahkan kini menjadi tanggung jawabku. Rambut mulai memutih, dan cermin tidak lagi memantulkan wajah muda, tetapi ada kebahagiaan dalam menerima bahwa lorong waktu telah membawaku sejauh ini.

Kini, saat aku berada di lebih separuh lorong waktu, aku sering duduk berkontemplasi, mengenang perjalanan yang panjang ini. Masa kecil yang ceria, perjuangan masa muda, hingga kebahagiaan menjadi orang tua, semuanya adalah anugerah yang tak ternilai. Aku sadar, bahwa waktu adalah guru terbaik yang mengajarkan arti kehidupan. Meski tubuh ini mulai merapuh, hati tetap penuh syukur. Di dalam lorong waktu, kutemukan bahwa hidup adalah tentang mencintai, memberi, dan menerima dengan ikhlas, hingga suatu hari nanti tiba di ujung lorong yang sesungguhnya.

Makassar, 4 Januari 2025
(Ulang Tahun Dokter (Muda) Gita Tammasse

(Visited 13 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.