Oleh: Tammasse Balla

Hidup ini laksana perahu di tengah samudra. Ia berlayar mengarungi gelombang, kadang tenang, kadang dihantam badai. Ada yang mengarahkan layarnya menuju cahaya, ada pula yang membiarkan diri terombang-ambing tanpa tujuan. Manusia diberikan satu perjalanan, satu kali kesempatan, namun arah angin tak selalu dapat dikendalikan. Nakhoda yang bijak tak menyerahkan nasibnya kepada lautan semata, melainkan menatap cakrawala dengan pandangan yang jauh, menakar arah, dan menguatkan dayung.

Dunia menggoda seperti angin sepoi-sepoi basa yang meninabobokan pelaut di siang terik. Ia membisikkan rayuan: “Nikmatilah, karena perjalanan ini hanya sekali.” Olehnya itu, banyak orang terlena, melupakan peta dan kompas, mengikuti angin entah ke mana. Namun, laut pun tahu, siapa yang hanya mengisi perahu dengan kesenangan, tanpa bekal dan persiapan, akan karam saat badai datang. Hidup ini bukan sekadar mengapung, melainkan berlayar menuju tempat tujuan.

Malam datang membawa kesunyian. Bintang-bintang menggantung, mengingatkan bahwa ada langit yang lebih tinggi dari laut yang bergemuruh. Manusia sering lupa bahwa kakinya berpijak di bumi, tetapi jiwanya mendamba sesuatu yang lebih dari sekadar pasir dan ombak. “Jangan tertipu fatamorgana dunia,” bisik bulan yang sabar menyinari gelap. “Jangan membangun istana di atas gelombang.” Karena dunia adalah persinggahan, bukan tempat menetap selamanya.

“Hiduplah seperti kau akan hidup selamanya,” kata dunia. “Beramallah seperti esok adalah akhir segalanya,” balas akhirat. Orang arif tak akan meninggalkan satu untuk yang lain. Ia akan menuntut ilmu, bekerja, dan membangun; namun tangannya tak lupa menadahkan doa, dan jidatnya tak lupa sujud di atas tanah. Karena ia tahu, perjalanannya bukan sekadar menuju kemenangan yang fana, tetapi juga menuju keabadian yang hakiki.

Angin terus berhembus, dan waktu tak pernah menunggu. Setiap hembusan adalah pengingat, setiap gelombang adalah pelajaran. Siang berganti malam, dan fajar selalu tiba. Namun suatu hari, fajar tak lagi menyambut, dan pelaut akan tiba di dermaga terakhirnya. Apakah ia akan turun dengan senyum kemenangan, atau dengan penyesalan? Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap jiwa.

Hidup hanya sekali, jangan biarkan ia berlalu sia-sia. Jika hanya mengejar dunia, ia akan menjauh seperti fatamorgana. Jika hanya menunggu alhirat, ia akan berlalu tanpa persiapan. Seorang pelaut sejati tahu, ia harus mengayuh dayung dengan kuat, tetapi juga tak lupa menatap bintang agar tak kehilangan arah. Pada akhirnya, yang menentukan bukan seberapa jauh ia telah berlayar, tetapi ke pelabuhan mana ia akan berlabuh. Nah, lho.

(Visited 16 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.