Oleh : Tammasse Balla

Menulis itu seperti mencintai, tak perlu menunggu sempurna, cukup berani memulai. Ada yang menunggu waktu terbaik, padahal kata-kata itu liar, tak bisa ditambat terlalu lama. Ia seperti angin yang melintas di sela-sela jemari, tak bisa digenggam, tapi bisa diarahkan. Kau hanya perlu membuka pintu pikiran, biarkan ia masuk dan menari di kertas.

Ada yang bilang menulis itu sulit. Sama seperti orang yang ragu mengungkapkan cinta. Kata-kata berdesakan di dada, tapi lidah kelu, tangan gemetar. Jangan harap kalimat mengalir jika kau hanya diam menatap kosong. Seperti perasaan yang tak pernah diungkap, kata-kata yang tak pernah ditulis hanya akan jadi bisikan dalam sunyi.

Menulis bukan tentang menunggu ilham. Ilham itu pemalas. Ia tak suka datang pada mereka yang berpangku tangan. Ia lebih suka mendatangi mereka yang terus menggerakkan pena, meski dengan kalimat yang tertatih-tatih. Ia menyukai keberanian, bukan sekadar angan-angan.

Seperti cinta, menulis butuh latihan. Kau harus berani jatuh berkali-kali, patah oleh kritik, bangkit dengan luka yang kau rawat sendiri. Jangan takut jelek, jangan takut ditertawakan. Kata-kata yang hebat selalu lahir dari keberanian kecil yang dipupuk setiap hari.

Ada yang ingin menulis indah, tetapi tak pernah membaca. Itu seperti ingin mencintai tanpa mengenal. Tak mungkin. Bacalah buku-buku yang kuat seperti kau menghafal tatapan orang yang kau sayangi. Serap setiap kalimat, biarkan ia melebur ke dalam jiwamu. Kelak, ia akan berbicara dengan suaramu sendiri.

Menulis adalah seni menaklukkan sunyi. Ia adalah pertarungan diam-diam dengan kertas yang menantangmu untuk mengisi ruang kosongnya. Jika kau tak berani menghadapi lembaran putih itu, kau sudah kalah sebelum berperang. Namun, jika kau berani menorehkan satu kata, lalu satu lagi, dan satu lagi—maka kau telah memenangkan setengah pertempuran.

Seperti cinta, menulis adalah soal kejujuran. Kau bisa berdusta pada dunia, tetapi tidak pada tulisanmu sendiri. Kata-kata itu cermin, ia memantulkan siapa dirimu yang sebenarnya. Jangan coba menulis dengan pura-pura, karena pembaca akan tahu. Tulis seperti kau berbicara dengan sahabat paling akrab, atau seperti kau berbisik kepada seseorang yang paling kau rindukan.

Menulis adalah perlawanan terhadap kebekuan. Dunia boleh membisu, tetapi pena tidak boleh diam. Ia harus menari, ia harus berontak, ia harus menumpahkan segala yang ingin dikatakan. Ia adalah darah yang mengalir di pembuluh sejarah, menghidupkan pikiran yang nyaris punah oleh ketakutan.

Jangan takut salah. Tak ada cinta yang tak pernah goyah, tak ada tulisan yang lahir sempurna. Semua yang besar dimulai dengan kegagalan-kegagalan kecil. Jika kau takut salah, kau tak akan pernah menulis satu kata pun.

Jangan pikirkan terlalu banyak. Tulis saja. Seperti kau menyatakan cinta untuk pertama kali—dengan jantung berdebar, dengan suara bergetar, tapi dengan keyakinan bahwa kata-kata harus keluar.

Menulis, pada hakikatnya adalah keberanian untuk menyampaikan isi hati. Semudah menyatakan cinta, sesulit melawan ketakutan sendiri.

(Visited 15 times, 4 visits today)
One thought on “Menulis, Semudah Menyatakan Cinta”
  1. Menggerakkan pena untuk menoreh ungkapan rasa yang terpendam dalam sanubari , merajut sebuah tulisan yang menarik untuk dapat memotipasi para pembaca .
    Ahirnya rasa enggan , malas , angan dan hayal yang terbelenggu untuk merangkai sebuah tulisan , tiba” terdobrak dari belenggu pikiran setelah membaca torehan ungkapan kata dari tulisan pak doktor , yang sangat memotifasi yang dituang lewat perselingkuhan pena .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.