Ribuan kilo jalan yang kau tempuh

Lewati rintang untuk anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan

Walau tapak kaki

Penuh darah penuh nanah

Seperti udara

Kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas

ibu

ibu

Ingin kudekap

Dan menangis di pangkuanmu

Sampai aku tertidur

Bagai masa kecil dulu

Itulah penggalan lirik lagu “Ibu “ yang dinyanyikan oleh Iwan Fals. Ibu adalah seorang wanita biasa. Dia bisa merasakan amarah, kesedihan, bahagia, terkadang kecewa, dan lain sebagainya. Tapi dibalik semua itu, ibu memiliki jiwa yang sangat hebat. Bak kesatria bagi semua anaknya. Bagaimana tidak, selama sembilan bulan penuh ibu mengandung, melahirkan dengan taruhan nyawa, merawat sejak kecil dari pagi hingga petang, tanpa ada rasa mengeluh sama sekali. Kasih sayangnya tidak pernah luntur. Dia akan terus mendukung dan mengawasi hingga akhir hayat. Ibu jugalah yang akan membantu saat kita jatuh.Di balik diamnya, ada doa yang tersimpan untuk anaknya. Ibu, izinkan aku memeluk hatimu agar aku merasakan apa yang engkau rasakan dari sakit yang tak menangis.

Kini, ibu telah tiada. Aku rindu semuanya. Aku rindu masakan ibu yang kelezatannya tidak ada yang bisa menyamainya.

RINDU MASAKAN IBU

Oleh : Gusnawati Lukman

“,Bu,ibu,aku datang…teriakku dari pintu depan.”, Aku sudah pulang ngaji bu”. Tergopoh-gopoh ibu ke depan membukakan aku pintu. Nampak rona keletihan di wajahnya. “. Oh, kamu sayang. Bagaimana ngajinya. Lancar?Iya bu. Guru ngajiku tadi bilang,tajwidku sudah bagus”. Ibu tersenyum sambil membelai rambutku penuh kasih sayang. Oh iya….hari ini,ibu masak masakan kesukaan kamu. Ada ikan masak dan belut goreng hasil tangkapan ayahmu tadi malam”.,Hmm…….pasti enak nih,bu.Soalnya,masakan ibu itu yang paling enak ”. Ibu tertawa kemudian mengambil piring dan duduk di dekatku sambil ikut menikmati makanan yang tersaji. Ikan masak asam,belut goreng,sayur jantung pisang. Nikmat sekali terasa.

Sepenggal kenangan masa kecil. Masakan ibu yang tidak pernah ada yang bisa menyamai kelezatannya. Sampai aku seperti sekarang ini, ternyata aku belum bisa memasak seenak itu. Bagaimana tidak nikmat,ditengah keterbatasan ekonomi,hidup serba pas-pasan,ibu berusaha memberikan yang terbaik untuk kami,anak-anaknya. Ibu memasak sayur dari hasil kebun kami,lauknya ikan segar hasil tangkapan ayah dari sungai dekat rumah.Segar,bersih,tanpa pengawet. Di sungai itu juga aku sering mandi,berenang bersama teman-teman sepengajian,main ayunan di pohon yang ada di dekat sungai,main balon-balonan dari sarung,pokoknya masa kecil yang indah dan tak terlupakan.Oh iya….waktu kecil aku tinggal bersama ayah dan ibu di rumah yang letaknya ada di kebun kami. Di sekitarnya banyak pohon pisang, kelapa,nangka,sukun dan sayur-mayur lainnya. Ibu juga memelihara ayam kampung. Kalau kami lagi butuh uang,ibu menjual telurnya dan kadang menjual satu atau dua ekor ayamnya. Hasil kebun juga untuk memenuhi kebutuhan kami.

Ingin rasanya masa-masa itu terulang kembali. Betapa damainya hidup di alam pedesaan. Bebas dari polusi serta hiruk pikuk. Kicauan burung di pagi hari menambah damai dan tenangnya hidup ini. Ibu…….aku rindu masa-masa itu lagi. Rindu masakan ibu yang enaknya luar biasa, tak tertandingi. Cinta dan kasih sayang ibu takkan aku lupakan. Aku merindukanmu bu.

Watansoppeng, 6 Juni 2021

(Visited 120 times, 2 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: