Bulan di tungkup kawanan awan yang dihardik angin, suara cengkerik mengaing-ngaing menyapa malam. Jingga berbaring di tilam rotan yang sudah sepuh, tangan kanannya di junjung kening sembari mengoyang-goyangkan jemari kakinya. Matanya menengadah kasau, seperti sedang menghitung kumpulan mimpi-mimpinya, mimpinya terbang serupa gerombolan nyamuk yang sedang mengintai kulitnya.

Kantuknya tak jua kunjung datang, Jingga kembali membolak-balikan tubuhnya. Esok adalah pengumuman kelulusannya di bangku pemberi ilmu. Jingga merisau, animonya besar untuk merajai bangku pemberi ilmu.

“Semoga aku bisa memecahkan tempat ku berpijak dengan prakarsa ku, aku ingin membuat tubuh Ayahnda dan Ibunda merinding haru akan pencapaian ku. Sekira begitu abdi ku untuk yang mengasihi” Bisik bibir jingga ke pangkal telinganya”.

Malam sudah larut dari carut-marut jalangnya siang, namun matanya semakin menganga. Jingga menghela tubuhnya ke bangku bacaannya, diraihnya buku bercover merah kelam, “MADILOG”nya Tan Malaka, buku yang dituntaskan Tan Malaka selama 720 jam kala persembunyian dan pengawasan ketat keibodan Jepang selama perang dunia ke II. Tulisan yang jauh lebih tua dari usianya, tulisan yang dikenal dengan logika mistika, tulisan yang memperkenalkan matearilisme, dialetika dan logika kepada bangsa Indonesia.

Jingga menyukai kutipan-kutipan yang meletupkan semangatnya “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali”. Jingga seperti tau, bermetamorfosa menuju kaum terdidik bukan semerta melupakan cangkul penghantar harapan.

Jelatanya keseharian Jingga memaksa dia lebih peka terhadap kehidupan, dia seperti mengingat kutipan di buku lagi “Lapar tak berarti kenyang buat si miskin. Si lapar yang kurus kering tak akan bisa kita kenyangkan dengan kata kenyang saja, walaupun kita ulangi 1001 kali.” Maka jalan yang terhebat adalah berbuat untuk mensejahterakan, itu citanya.

Pagi ini bukan pagi biasa, kerumunan praja sudah bergedincit di pelataran sekolah. Mereka menunggu hasil dari proses tiga tahun ini, hasil yang menentukan gelombang perjalanan mereka. Berebut dengan singsingan mentari ke angka dua belas tepat, papan pengumuman diangkat ke pelataran. Para praja tertib berjejer mengamati hasil perjuangan mereka.

Kening Jingga nampak sedikit mengkerut, namanya hanya bertengger di posisi kedua. Gadis kuning langsat terpilih merajai kompetisi, molek berhias disinggasana wijaya. Mata jingga liar mencari, mencari gadis kuning langsat bermata teduh.

Dihimpit rimbunnya pohon angsana, gadis kuning langsat sedang dibenam uluran salam ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. Jingga bergegas menuju kerumunan pohon angsana, tiba-tiba langkahnya berdecit berhenti. “Seperti syairku, kala ini rembulan belum menghampar sabana gembalaan, aku belum tepat menjulurkan tangan” Semedinya dalam hati.

Dari belakang tompel merangkul “Njing, sepertinya ada yang salah dengan hasil ujian ini, gadis itu seperti memiliki kedekatan dengan kepala sekolah” hasutnya.

“Mpel! Hasil bukan klimaks dari sebuah perjuangan, saat kita bergairah melewati setiap proses, itulah hasil yang sebenarnya” Sembari merangkul tompel Jingga melanjutkan ujarnya “kau karib terbaik ku, pesanku jangan percik api saat seseorang dalam situasi dan kondisi yang kurang baik”. Jingga berlalu menuju ruang majelis pendidik.

Dipintu ruang pendidik Jingga bersua Wali Kelasnya ” Heiii petarung masa depan! Kampung ini tidak cukup bagimu untuk menimba ilmu, pesan Bapak tinggalkan tanah leluhur mu ini untuk sementara” Sambil menepuk pundak Jingga sambil berlalu pergi. Jingga mendatangi meja kerja majelis guru satu-persatu, menyalami sembari mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah dituangkan.

(Visited 58 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Je Osland

"Maka bermimpilah hingga gugusan antariksa terakhir dari bumi ini, setidaknya separuh dari planet ini akan terkunjungi"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.