Oleh : Yeldi Azwir*
Pagi menjelang siang itu di lobi sebuah hotel, diskusiku dengan kolega guruku terusik tiba-tiba dengan muncul sosok seorang laki-laki yang berpenampilan sederhana bersikap santai ditegur oleh teman yang duduk di sebelahku. Aku ikut mengulurkan tangan bersalaman karena posisiku berada dekat dengannya. Ia memakai bahasa nonverbal memberikan aba-aba mengarahkan telunjuknya ke arah belakang hotel yang kumengerti ia hendak ke kamar kecil.
Orang yang kuanggap sebagai tamu hotel itu, ternyata ia juga ikut dalam suatu workshop menulis buku yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Selatan kerjasama Penerbit Grafindo. Sebelumnya aku mengira dia itu sebagai pebisnis atau aktivis partai yang banyak berkeliaran di tahun politik mencari dukungan rakyat. Lebih mengherankan dan membuat aku terkagum, ternyata ia berada di barisan depan dan duduk menghadap kepada peserta pelatihan. Siapa orang ini? Apakah ia yang namanya tertera di spanduk itu? Dari tampilan namanya yang tanpa gelar itu membuat aku semakin tertarik padanya. Kataku membatin sendiri di sudut ruang.
Apakah ini bapak Ruslan Ismail Mage? Hatiku berbisik pada urat besar yang terletak sedikit di atas telinga kananku. Seilir acara berlangsung ternyata kata penghormatan selalu saja tertuju padanya. Ooh mungkin bapak ini dari Jakarta ya? Mungkin beliau nara sumber acara workshop menulis buku ini? Terus hati ini bertanya sampai terjawab ketika pembawa acara mempersilahkan kepadanya untuk memegang mikrofon dan dipersilahkan untuk memberikan materi tentang menulis dan membimbing peserta untuk memunculkan gagasan-gagasan serta inovasi membangkitkan semangat menulis.
Beliau adalah Ruslan Ismail Mage, awalnya pemikiranku menjalar kepada Ruslan Buton, seorang purnawirawan perwira TNI yang membacakan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo agar berhenti dan mundur dari jabatannya, atau mungkinkah ini saudara kandungnya? Rasaku terus gelisah dan ingin tahu siapa gerangan lelaki berwajah teduh bermata elang di depanku. Semakin kuat dugaanku bahwa orang yang namanya Ruslan ini, pintar dan cerdas, berani dan bertanggung jawab dan tidak memberikan jawab yang tanggung terhadap setiap persoalan yang dihadapkan kepada dirinya.
Nalar kearabanku mulai terusik bahwa kata “Ruslan“ barasal dari akar kata “Rasulun“ yang berarti utusan, seiring dengan itu “Ruslan” juga berarti wakil, penyampai, yang juga mengandung makna inspirator, inovator dan motivator. Sarafku berceloteh, pantasan bapak ini diundang dalam acara ini, sebagai wakil inspiratif untuk menggali potensi yang ada dalam diri guru-guru termasuk aku yang selalu mencari jalan bagaimana bisa menulis. Lisanku disuruh oleh hatiku untuk berucap pelan yang hanya boleh terdengar oleh telingaku, terima kasih bapak, I love you. (Bersambung)
*Guru SDN No.12 Api-Api Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat