Aku berpikir bagaimana cara menghindarinya. Namun Dav tetap saja mencari tahu nomorku dengan jutaan cara. Aku jadi merasa lebih was-was karena aku tak mau rayuan Dav bisa membuat aku mengingat lagi masa kecil itu.
Dav saja demikian apalagi aku. Jadi jalan terbaik mungkin harus adanya kolaborasi antara aku dan Dav dengan saling mengalihka perhatian ke hal-hal yang bisa membuat kami saling tidak perhatian satu sama lain yakni fokus ke karier.
Tiap hari terus berkomunikasi. Aku pikir ada apa dengan Dav. Berani bangat ya chat bahkan call hingga video call! Lalu suatu hari aku mencoba saja menjelaskan ke Dav bahwa aku tidak butuh perhatian maskimal dari dia. Aku justru ingin menolak setiap call Dav. Namun makin aku mengabaikan, makin menolak justru makin hancur kelakukan Dav.
Pola pemikiran atau Mindset Dav sangat bertolak belakang dengan pola pemikiran atau Mindsetku. Aku merasa jika segala rasa yang terjalin ketika pertemuan kami kembali terjalin peluh diposisikan pada tempat masing-masing karena Dav nekad bodoh. Saat aku ke Office ia selalu menyisihkan waktu menelfon aku. Tentu aku bangga pada Dav karena ia masih mengingat diriku sebagai objek perasaan masa kecilnya.
Selama perpisahan 24 tahun silam aku telah menimpa kenangan masa kecil itu sebagai bagian dari nostalgia karena aku pikir mungkin rasa sukaku pada Dav atau rasa suka Dav ke aku hanya sebatas itu doang yakni yang pernah aku dan Dav alami. Ketika Dav selalu menatap aku diam-diam. Ketika Dav Mengejek aku bahkan ketika Dav tak pernah melupakan aku di masa kecil itu juga yang aku alami.
Masa lalu apalagi masa kecil kenapa aku harus mikirin yang sudah berlalu. Pikiran aku terus kacau kala pertemuan kami kembali terjadi di mana Dav mulai menghubungi aku melalui nomor WA.
Aku pikir katanya ia masih rindu sama aku, terus mengapa tidak pernah berjuang? Sedangkan selama puluhan tahun saja dia ngak berjuang. Atau jangan-jangan dia ada masalah makanya sengaja membutuhkanku.
Aku tidak boleh jatuh ke jebakan Dav itu yang akan aku perjuangi agar dia juga bisa menjauh dariku secepat mungkin. nHari-demi hari komunikasi aku dan Dav Terus saja terjaling baik. Aku tengah berjuang untuk mencari solusi agar mampu menghindarinya justru yang terjadi malahan sebaliknya. Aku bingung jadi aku pun menerima callnya apabila ia call ke aku ketika jam kerja berlangsung.
Hidup kita ada tuannya segala perbuatan juga ada tuannya maka aku sebagai insan tentu bisa saja ingin menjadi yang cukup baik di antara orang-orang egois termasuk Dav. Aku tak mau lagi ada komunikasi dengan dia kala istri Dav berkomunikasi denganku dan menceritakan banyak hal menyangkut kepribadian Dav. Jika ia seorang wanita seperti aku tentu ada benarnya atas apa yang open ke aku karena keterbukaan seorang istri benar-benar lahir dari lubuk hati yang paling dalam. Aku hanya berpikir kenapa Dav masih berusaha mencari tahu nomor aku dengan cara berbobong? Tindakannya itu saja sifatnya sudah nampak negatif kenapa aku harus terus melayani semua panggilannya?
Aku tidak tahu kehadiar Dav telah menjadi beban lagi buat aku. Aku tidak tahu mengapa ia datang dan sok akrap di kala aku tak lagi ingat bahkan telah menguburkan kenangan itu. Setiap pagi atau terkadang di larut malam ia selalu berkomunikasi denganku kala ada waktu. Terus seperti itu pada akhirnya aku juga tak tahu entah mengapa komunikasi kami yang telah berjalan enam bulan makin hari makin membawa aku ke arah paling dalam bagai kedalaman samudra Pasifik. Sulit aku meladengi Dav. Memberi nasehat juga sama saja kami terus seperti itu. Saat kita memblok tentu notifikasi panggilan makin hari makin menjadi-jadi. Ah aku harus mencari jalan keluar agar bisa saja menghilang dari daftar nomor HP Dav. Mungkin itu jalan terbaik untuk menghindari segalanya baik chat, call, ataupun video call.
Saat tengah melakukan yang aku pikirkan justru lahir lagi cerita baru. Dav langsung SMS ke nomor HPku dengan berkata, Dev batalkan pemblokiran ujar dengan tegas. Ya harus gimana lagi aku jika terus begitu adanya. Aku mau menjelaskan apa biar Dav paham situasiku. Dav harus mengerti perasaan istrinya tidak harus menyalahgunakan kebaikan sang istri karena Dav harus sadar jika sosok istri bukan sosok teman kecil melainkan seorang pendamping hidup yang butuh perhatian.
Aku masih berpikir Dav justru menelfon lagi lewat panggilan biasa. Aku harus bagaimana? Apakah membatalkan lagi pemblokiran atau bertahan dengan prinsip. Komunikasi yang terjadi enam bulan lalu lewat via internet sejak Dav memperoleh nomorku justru membuat ruang lingkup aku makin sempit. Aduh hari demi hari aku justru merasa tidak nyaman entah mengapa yang jelas aku malas bangat menghadapi kelakukan Dav yang tiba-tiba hadir shock peduli dan shock perhatian. Padahal istrinya telah open semua tindakan Dev ke aku. Aku hanya membalas karena anggap sama-sama berasal dari satu daerah. Aku bahkan tidak mengenal sosoknya di mana ia secara nyata.
bersambung….