Memprioritaskan kewajiban sebagai anak yang berbakti kepada orang tua dan sebagai istri yang wajib patuh pada suami adalah janji hati yang terpatri dalam sanubariku. Setiap langkah hidup yang kuambil selalu diiringi niat untuk memenuhi dua kewajiban utama ini. Dalam perjalanan hidup, siapa yang tidak menginginkan kesuksesan dan kebahagiaan? Terutama bagi seorang Muslim yang beriman, tentu harapan terbesar adalah mencapai kehidupan yang sukses, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Sebagai seorang yang pernah bekerja sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI), hampir separuh hidupku kuhabiskan di luar negeri, mencari nafkah untuk keluarga. Di usia muda, dengan pengalaman yang masih minim, aku harus menghadapi berbagai ujian hidup. Penindasan, pindah-pindah majikan, hingga perjuangan bertahan hidup di negeri asing menjadi bagian dari perjalananku. Jatuh bangun sudah menjadi teman sehari-hari, bahkan tidak jarang sampai harus berdarah-darah demi bisa bertahan.
Baru saja merasakan sedikit kenyamanan setelah melalui banyak kesulitan, muncul tuntutan lain. “Pulang, nduk, menikah dulu,” kata emak. Sebagai anak perempuan, setelah mencapai usia tertentu, menikah menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunaikan. Maka, aku pulang ke tanah air untuk memenuhi permintaan orang tua. Pernikahan menjadi babak baru dalam hidupku, mencoba membangun rumah tangga dan menata masa depan di dalam negeri.
Namun, setelah setahun, dua tahun, hingga tiga tahun berusaha mencukupi kebutuhan dengan bekerja di dalam negeri, ternyata hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan pokok. Menabung untuk masa depan, membangun rumah layak huni, apalagi memenuhi kebutuhan anak-anak yang semakin besar, rasanya sangat sulit. Dengan berat hati, aku memutuskan kembali bekerja di luar negeri, kali ini ke Hong Kong.
Pada bulan November 2008, aku memantapkan hati untuk kembali menjadi BMI di Hong Kong. Di sinilah aku harus menjalani hubungan jarak jauh (LDR) dengan suami. Ini menjadi tantangan tersendiri. Sering kali muncul dilema, uang hasil kerja mau disimpan di tangan siapa? Disimpan pada suami kadang menimbulkan kekhawatiran jika disalahgunakan. Disimpan pada orang tua, rasanya seperti tidak menghargai peran suami. Tidak jarang, hubungan rumah tangga terguncang karena ketidakmampuan menghadapi godaan yang datang dari berbagai arah.
Sering aku merenung dan bertanya dalam hati, “Apa sih arti sukses bagi seorang ibu rumah tangga sepertiku?” Bagiku, sukses dunia adalah mampu menstabilkan ekonomi rumah tangga, menjaga keutuhan keluarga, dan memastikan anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang baik dan tidak terpengaruh pergaulan yang buruk. Sedangkan sukses akhirat adalah menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslimah yang taat kepada Allah dan patuh pada suami, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Sebagai BMI yang menjalani LDR, aku dituntut bijak dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Pertengkaran kecil sering kali tidak bisa dihindari. Aku harus pandai merayu dan memberikan pengertian kepada suami. Setiap dua tahun, ada kesempatan untuk cuti, jika suami mengizinkan. Namun, jika suami tidak merestui, aku harus pulang ke tanah air. Segala keputusan harus dipenuhi dengan keridhoan suami, karena jika suami tidak ridho, kerja pun tidak akan tenang. Aku selalu merasa berdosa jika suami marah atau tidak mengizinkan. Itu bisa berdampak pada pekerjaanku dan kehidupanku secara keseluruhan. Oleh karena itu, aku selalu berdoa kepada Allah agar rumah tangga kami tetap terjaga dalam suasana yang sakinah, mawaddah, warahmah (samawa), serta agar terhindar dari godaan yang sering menghampiri.
Aku juga menanamkan rasa syukur yang mendalam atas segala nikmat yang telah diberikan. Menambah ilmu agama dengan menghadiri majelis ilmu menjadi salah satu caraku menjaga iman. Setiap gaji yang aku terima setiap bulan, aku sadari bahwa ada andil besar dari suami dan orang tua—dari izin, ridho, dan doa mereka. Seberapa pun tingginya penghasilanku, aku tetap istri yang harus mengikuti suami sebagai imam dalam rumah tangga.
Sukses dunia dan akhirat tidak terlepas dari ridho Allah, doa keluarga, dan komitmen untuk menjalankan peran sebagai anak, istri, dan ibu. Itulah kebahagiaan hakiki yang kuharapkan, di dunia dan di akhirat.
Tulisan ibu sangat menarik, semoga kumpulan tulisan ibu di BN bisa menjadi buku.