Oleh: Yusriani Nuruse

Anakku, Muh. Ashar, kutegur saat sebentar lagi ia akan menghadapi ulangan akhir semester, namun masih asyik bermain gawai. Dengan hati mesem, ia pun mengambil buku pelajaran. Hari pertama ulangan, ia bangun lebih awal, salat Subuh, dan tadarus sebentar. Kebiasaan yang kuterapkan sejak dini, saat usianya delapan tahun dan sudah bisa membaca Al-Qur’an.

Kemudian ia bergegas mandi dan bersiap ke sekolah. Ia mengambil uang tabungannya sekitar Rp700.000 dari kotak simpanannya. Uang itu merupakan pemberian dari neneknya setiap habis gajian, juga dari paman dan tantenya. Aku tahu ia tidak berani menggunakan uang untuk hal yang tidak bermanfaat, meskipun itu uangnya sendiri. Maka, aku pun tak menegurnya.

Tanpa suara, ia menyalamiku dan berjalan kaki ke sekolah. Kubiarkan ia melakukan hal yang mungkin menurutnya baik. Namun, sebagai ibu, aku sebenarnya tidak tega melihatnya berjalan kaki. Tapi aku juga tidak ingin menunjukkan sikap yang kurang tegas. Kusampaikan kepada wali kelasnya via WhatsApp mengenai hal tersebut, sebagai bentuk komunikasi antara orang tua murid dan guru dalam memantau keadaan anak.

Selang beberapa waktu, aku mengikutinya dari belakang untuk memastikan ia sampai di sekolah dengan aman, mengingat jarak ke sekolah sekitar ±2 km. Sesampainya di sekolah, aku meminta tolong salah satu temannya untuk memastikan bahwa anakku sudah berada di sekolah. Aku pun segera bergegas ke kantor.

Pukul 12.00, ia menghubungiku dan meminta dijemput. Saat kujemput, di atas motor ia bercerita bahwa ia menggunakan sebagian uangnya untuk mentraktir teman-temannya, sebagaimana pesan Mama: “Berbagi itu indah.” Ia pun menyampaikan rincian traktirannya. “Masya Allah,” mendengar ia bertutur, ada kesejukan yang kurasa. Artinya, ia memiliki rasa tanggung jawab.

Sesampainya di rumah, ia kembali menyimpan sisa uang tabungannya. Hari kedua, setelah melakukan rutinitas pembiasaan, mandi dan menyiapkan keperluannya sendiri, ia kemudian pamit untuk berjalan kaki lagi ke sekolah. Ia pun membawa beberapa keping snack yang dibagi-bagikannya kepada teman-teman yang kebetulan berjalan kaki bersamanya, meskipun beda sekolah. Ia beralasan, jalan kaki sambil berolahraga dan menghemat BBM motor Mama.

Harapan Mama, kelak kau sukses, Nak, dan memiliki rasa tanggung jawab serta empati terhadap orang lain dan lingkunganmu.

Watansoppeng, 18 Juni 2025

(Visited 10 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.