Oleh: Fitri Suryani, S.Pd. (Freelance Writer)

Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Bahaya itu adalah state capture−kolusi antara kapital besar dengan pejabat pemerintahan serta elite politik. Ini disampaikannya saat menjadi pembicara di acara St. Petersburg International economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia (Kumparan, 20-06-2025).

Hal ini jelas bukan suatu yang baru di negeri ini, apalagi belum lama ini pihak Kejaksaan Agung mengungkap praktik korupsi sebesar RP 11,8 triliun yang melibatkan Wilmar dan beberapa anak usahanya. Dugaan kuat menyebut bahwa perusahaan-perusahaan ini menyuap pejabat untuk mempercepat proses izin ekspor crude palm oil (CPO). Sebagai akibatnya, negara mengalami kerugian signifikan.

Selain itu, sejumlah hakim, pegawai perusahaan, dan pihak lain yang terlibat juga diamankan karena diduga terlibat dalam manipulasi vonis perkara (Beritasatu, 18-06-2025).

Kasus state capture di atas tentu bukan sesuatu yang baru. Jumlah kasus yang tidak terekspose tak  menutup kemungkinan lebih banyak lagi. Apalagi state capture sejatinya merupakan keniscayaan dalam sistem politik saat ini (kapitalisme sekuler).

Pun sistem saat ini meniscayakan terjadinya politik transaksional, karena mereka yang akan maju dalam panggung perpolitikan untuk menduduki jabatan membutuhkan banyak modal sehingga tak sedikit ada yang membutuhkan dana dari pengusaha.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa hal itu tentu bukan sesuatu yang gratis yang diberikan  pengusaha kepada mereka yang akan menduduki jabatan, tapi kelak pengusaha akan menuntut balas budi ketika mereka berhasil menduduki kursi kekuasaan. Balas budi tersebut bisa dalam bentuk kebijakan penguasa yang pro terhadap pengusaha.

Begitulah kondisi saat ini, biaya politik yang mahal megondisikan seseorang untuk melakukan berbagai cara dalam memuluskan tujuannya agar tercapai sesuai harapan. Adapun  bagaimana cara yang dilakukan atau dampaknya yang akan dihasilkan menjadi urusan belakangan.

Karena itu, dalam sistem yang diterapkan saat ini hal itu dianggap sah-sah saja, karena standar dalam melakukan sesuatu bukanlah halal haram, tapi berdasarkan asas manfaat. Begitulah sistem saat ini, jika membawa manfaat, walau bertentangan dengan aturan-Nya dapat dikompromikan.

Ini juga tak lepas dari pandangan bahwa tujuan tertinggi atau tolok ukur kebahagian dalam sistem saat ini adalah kepuasan materi/jasadi. Sehingga tak sedikit orang tak lagi mempedulikan sumber pendapatan yang diperolehnya, karena yang terpenting apa yang diinginkan dapat terpenuhi.

Berbeda dengan sistem yang ada saat ini, Islam senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai asas negara. Hal ini akan menjadikan setiap individu berbuat jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan kecurangan.

Islam pun memandang jabatan adalah amanah dan dijalankan sesuai tuntunan hukum syara dan kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah.

Dari itu, penting adanya ketakwaan individu yang akan mendorongnya untuk terikat kepada hukum syariat. Pun kontrol masyarakat diperlukan, karena manusia bukan nabi atau malaikat yang terbebas dari dosa.  Tak kalah penting adanya peran negara dalam menerapkan aturan, sebab negara memiliki peran yang strategis dalam membuat hukum dan menerapkan sanksi yang tegas sesuai aturan-Nya. Karena sungguh sanksi dalam islam berfungsi sebagai pemberi efek jera bagi pelaku maupun orang lain yang memiliki keinginan serupa.

Dengan demikian, sungguh tidak mudah menjadikan individu saat ini bebas dari jerat sistem yang ada, terlebih bagi penguasa. Karena sistem hari ini mengondisikan hal itu terjadi. Dari itu, sudah selayaknya umat ini kembali kepada aturan yang maha baik yang bersumber dari Sang Pencipta, karena sesungguhnya Allah yang menciptkan hamba, maka Dia pula yang lebih mengetahui yang terbaik untuk hambanya. Wallahu a’lam. []

(Visited 11 times, 3 visits today)
Avatar photo

By Admin

Admin Bengkel Narasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.