Apa artinya gelar pahlawan devisa bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI)? Seandainya di tanah air ada banyak lapangan pekerjaan yang memadai, mungkin kisah tentang penderitaan TKI di luar negeri tak akan pernah ada. Namun, setiap pekerjaan, termasuk menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita), memiliki suka dan dukanya masing-masing. Seringkali, pekerjaan ini dianggap rendah karena gaji yang minim, meski tidak semua demikian.
Saat aku sedang membersihkan rumah, tiba-tiba air mata mengalir deras dari mataku. Aku terpaksa menggunakan kain lap untuk menghapus air mata yang tak bisa kucegah. Dari balik jendela, kulihat seorang ibu mengantar anaknya ke sekolah. Pemandangan itu membuat pikiranku melayang jauh ke kampung halaman.
Hari itu, seperti biasa, pagi-pagi aku sibuk memasak untuk suami dan anakku. Setelah itu, aku mencuci baju dan bersih-bersih rumah. Anakku yang berusia dua tahun sangat menggemaskan dengan badannya yang montok. Aku sering menggoda pipinya dan menepuk-nepuk pantatnya. Rasanya ingin sekali aku memeluknya erat-erat, tak ingin melepaskan pelukan itu.
Setelah memandikan dan memberi makan anakku, aku melihatnya bermain ceria dengan teman-temannya. Dengan penuh cinta, aku menatapnya dari jauh. Kemudian, aku menyiapkan keperluanku untuk meninggalkan rumah. Beberapa potong baju aku masukkan ke dalam koper biru yang cukup besar, siap untuk dibawa terbang ke Hong Kong.
Ketika anakku tidur, aku memeluknya dengan lembut, mencium pipinya dan mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang. Aku menahan tangis yang mendalam saat perlahan melepaskan pelukan dan genggaman tanganku. Aku pamit dengan keluarga dan pergi ke bandara, diantar oleh suamiku. Hanya wanita yang benar-benar kuat yang mampu menaklukkan kerasnya negeri beton ini dan menahan sakit perpisahan dengan keluarga tercinta.
Setiap hari, aku mendengar berbagai cerita dari teman-teman sesama TKW, masing-masing dengan tantangan dan kisahnya sendiri:
“Apakah ada di antara kalian yang punya majikan super kepo? Setiap kali pulang liburan atau membeli sesuatu untuk keperluan sendiri, pasti selalu diperiksa satu per satu. Padahal semua itu dibeli dengan uang sendiri! Aku benar-benar kesal,” cerita Rani, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap majikannya yang terlalu mengurusi urusan pribadinya.
“Tahu tidak, bosku bahkan berencana memasang CCTV di kamar mandi karena katanya aku sering main HP di sana. Aku bilang, kalau mau pasang CCTV ya silakan saja. Aku malah merasa lebih nyaman di kamar mandi,” keluh Yanti, meluapkan frustrasinya terhadap pengawasan yang berlebihan.
“Selamat untukmu yang tempat kerjanya penuh CCTV. Tanpa kalian sadari, kalian itu seperti artis yang setiap hari hidupnya direkam, dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari menyapu hingga memasak. Majikanmu dapat menikmati film layar lebar gratis!” hibur Winda dengan nada jenaka, mengatasi rasa kesalnya terhadap hobi majikannya yang suka memasang CCTV di setiap sudut rumah.
“Ada yang seperti aku, tujuh tahun bekerja dengan majikan yang baik, tapi saat waktunya gajian, majikan tidak memberikannya kecuali aku memintanya. Ketika aku sakit, majikan juga tidak membawaku ke dokter, jadi aku harus sembuh sendiri. Aku tetap bertahan karena aku butuh uang,” cerita Selfi dengan penuh semangat, meski menghadapi banyak kesulitan.
“Tadi malam, suami saya cerita bahwa mencari pekerjaan di kampung sekarang sangat sulit. Banyak yang menganggur dan kebutuhan hidup semakin mahal. Banyak ibu-ibu yang bekerja cuci gosok dengan gaji hanya 300 ribu rupiah. Suami menyarankan untuk tetap bertahan selagi bosku baik, tidak kasar, dan gaji lancar. Di kampung, banyak yang masih muda pergi jadi TKW dan yang tua bekerja di perumahan terdekat. Jadi, mari kita semangat, meskipun perjalanan ini tidak mudah,” ujar Rahma, mengungkapkan kepedulian terhadap situasi di kampung halaman.
Terkadang, aku merasa jengah mendengar pertanyaan mengapa harus menjadi TKW. Apakah di negara sendiri tidak ada pekerjaan? Aku malas menjelaskan lebih lanjut karena penjelasan tidak akan pernah benar-benar dipahami kecuali seseorang merasakannya sendiri.
Pada akhirnya, rezeki memang diatur oleh Allah, dan kita berusaha mendapatkan rezeki itu dengan cara masing-masing. Seandainya di tanah air dijamin kesejahteraan dan lapangan pekerjaan tersedia melimpah, tentu tidak akan ada yang memilih menjadi TKW dengan segala risikonya.