Perjalanan seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) bisa disamakan dengan mendaki gunung yang panjang dan penuh tantangan. Setiap orang yang meninggalkan rumah, entah itu untuk berkunjung ke kerabat, perjalanan bisnis, atau bekerja di luar negeri, tengah melakukan sebuah safar atau perjalanan yang pada akhirnya akan berakhir dan membawa mereka kembali ke rumah. Bagi BMI, perjalanan ini biasanya berlangsung selama dua tahun—waktu yang sarat dengan berbagai pengalaman, tantangan, dan pencapaian, layaknya sebuah pendakian gunung.

Seperti pendakian gunung, masa-masa awal BMI di negeri orang penuh dengan liku-liku yang terjal dan penuh onak duri. Enam bulan pertama bisa digambarkan sebagai fase melewati lembah-lembah yang sulit, di mana adaptasi terhadap lingkungan baru, bahasa, budaya, dan aturan majikan menjadi tantangan terbesar. Namun, saat setahun pertama terlewati, mereka seperti telah berhasil mencapai puncak. Di puncak, mereka mendapatkan kebebasan dari potongan gaji untuk agen, mulai merasakan gaji penuh, dan lebih familiar dengan pekerjaan serta tuntutan majikan. Setelah itu, perjalanan menurun terasa lebih mudah, menuju “dataran rendah” yang indah, di mana banyak BMI mulai merencanakan masa depan dengan lebih pasti.

Namun, tidak semua BMI berhasil sampai ke ujung perjalanan. Ada yang terpaksa berhenti di tengah jalan karena berbagai alasan, mulai dari masalah kesehatan, konflik dengan majikan, hingga faktor keluarga di tanah air yang membutuhkan perhatian. Ada juga yang berhasil menyelesaikan kontrak dua tahun dengan pencapaian maksimal, kembali ke Indonesia dengan sejumlah tabungan yang cukup untuk memulai hidup baru. Namun, tak sedikit juga yang meskipun berhasil menyelesaikan kontrak, merasa waktu dan tenaga mereka seperti menguap begitu saja, tanpa hasil yang signifikan.

Semua ini sangat tergantung pada kemampuan masing-masing individu dalam mengelola keuangan, memanfaatkan peluang, serta keberuntungan yang tak bisa diabaikan. Walaupun gaji di Hong Kong, misalnya, bisa mencapai angka yang terbilang besar, kenyataannya kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Biaya hidup yang tinggi, pengeluaran selama liburan, serta potongan agen selama enam bulan pertama, menjadi faktor yang signifikan dalam menentukan seberapa besar hasil yang bisa mereka bawa pulang.

Dilema Setelah Dua Tahun: Terus Bekerja atau Kembali?

Di Hong Kong, jarang sekali ditemukan seorang BMI yang hanya bekerja selama dua tahun. Kebanyakan dari mereka melanjutkan kontrak hingga beberapa tahun, bahkan puluhan tahun. Pasalnya, bekerja di luar negeri selama dua tahun, meskipun tampak menghasilkan dari segi finansial, seringkali belum cukup untuk memenuhi tujuan hidup mereka. Misalnya, jika seseorang ingin membeli sawah atau membangun rumah, dua tahun kerja mungkin hanya cukup untuk memenuhi satu kebutuhan. Setelah itu, mereka tidak memiliki cukup tabungan untuk kebutuhan sehari-hari, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk kembali bekerja di luar negeri.

Ketika dihitung dengan kalkulator, angka gaji BMI memang terlihat fantastis. Misalnya, seorang BMI yang mendapatkan gaji sebesar Rp 10 juta per bulan selama dua tahun akan menghasilkan Rp 240 juta. Namun, orang-orang seringkali lupa bahwa gaji ini harus dipotong untuk kebutuhan sehari-hari di negara tempat mereka bekerja, biaya hidup yang tinggi, serta biaya liburan. Bahkan, enam bulan pertama harus dihabiskan untuk membayar potongan agen, yang semakin mengurangi angka bersih yang bisa mereka simpan.

Tak heran jika banyak BMI yang setelah menyelesaikan kontrak dua tahun mereka, memilih untuk memperpanjang kontrak atau kembali bekerja setelah cuti di Indonesia. Saya sering bertemu dengan teman-teman yang sibuk merencanakan masa depan mereka. Ada yang memilih untuk memperbarui kontrak dengan majikan yang sama, ada yang mencari majikan baru melalui agen, dan ada pula yang galau, bingung antara ingin melanjutkan kerja di luar negeri atau pulang ke Indonesia untuk selamanya.

Dilema ini semakin besar ketika usia sudah tidak muda lagi. Banyak yang khawatir jika mereka pulang ke Indonesia dan memutuskan untuk kembali bekerja di luar negeri setelah beberapa tahun, akan kesulitan mendapatkan majikan baru. Di sisi lain, faktor keluarga di Indonesia, terutama orang tua yang sudah sakit-sakitan, membuat mereka merasa perlu pulang untuk merawat mereka. Di sinilah iman dan keyakinan berperan penting. Hanya dengan kepercayaan bahwa rezeki tidak hanya berasal dari Hong Kong, tetapi bisa datang dari mana saja selama kita berikhtiar dan berdoa, mereka dapat menemukan jawaban dari kegalauan mereka.

Kesempatan untuk berbakti dan merawat orang tua adalah momen yang berharga, yang mungkin tidak akan datang lagi. Jangan sampai menyesal di kemudian hari karena memilih uang daripada kebersamaan dengan keluarga. Saya hanya bisa sedikit memberi masukan kepada teman yang bingung, tanpa bermaksud menggurui.

Penutup Perjalanan: Ikhlas dan Bersabar

Tanpa terasa, perjalanan saya sebagai BMI hampir mencapai ujung. Sebagian besar dari dua tahun perjalanan ini sudah saya lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Saya yakin bahwa dengan niat yang lurus dan usaha yang maksimal, hasil yang saya dapatkan akan berkah dan bermanfaat. Apa pun hasil yang saya bawa pulang, saya yakin bahwa perjalanan ini tidak hanya membawa manfaat materi, tetapi juga spiritual. Sebagai BMI, kami tidak hanya berjuang untuk keberhasilan duniawi, tetapi juga untuk meraih kesuksesan di akhirat dengan menjaga niat, keikhlasan, dan hubungan baik dengan keluarga serta sesama. []


The Journey of Indonesian Migrant Workers is Like Climbing a Mountain

The journey of an Indonesian Migrant Worker (BMI) can be likened to climbing a long and challenging mountain. Every person who leaves home, whether to visit relatives, on a business trip, or to work abroad, is on a journey that will eventually end and bring them back home. For BMI, this journey usually lasts for two years—a time filled with various experiences, challenges, and achievements, just like climbing a mountain.

Like climbing a mountain, the early days of BMI in a foreign country are full of steep twists and turns and full of thorns. The first six months can be described as a phase of passing through difficult valleys, where adapting to the new environment, language, culture, and employer’s rules become the biggest challenges. However, when the first year passes, they feel like they have successfully reached the peak. At the peak, they get freedom from salary deductions for agents, start to feel full salaries, and are more familiar with the work and demands of their employers. After that, the journey down feels easier, towards the beautiful “lowlands”, where many migrant workers begin to plan their future with more certainty.

However, not all migrant workers make it to the end of the journey. Some are forced to stop midway for various reasons, ranging from health problems, conflicts with employers, to family factors in their homeland that require attention. There are also those who manage to complete a two-year contract with maximum achievement, returning to Indonesia with enough savings to start a new life. However, there are also quite a few who, even though they manage to complete the contract, feel like their time and energy have just evaporated, without significant results.

All of this depends greatly on each individual’s ability to manage finances, take advantage of opportunities, and luck that cannot be ignored. Although salaries in Hong Kong, for example, can reach a fairly large figure, in reality everyone’s needs are different. The high cost of living, expenses during holidays, and agent deductions for the first six months are significant factors in determining how much income they can bring home.

Dilemma After Two Years: Continue Working or Return?

In Hong Kong, it is rare to find a migrant worker who has only worked for two years. Most of them continue their contracts for several years, even decades. The reason is, working abroad for two years, although it seems to be financially rewarding, is often not enough to fulfill their life goals. For example, if someone wants to buy a rice field or build a house, two years of work may only be enough to fulfill one need. After that, they do not have enough savings for daily needs, which ultimately forces them to return to work abroad.

When calculated with a calculator, the salary figures for BMI do look fantastic. For example, a BMI who earns a salary of IDR 10 million per month for two years will earn IDR 240 million. However, people often forget that this salary must be deducted for daily needs in the country where they work, the high cost of living, and vacation costs. In fact, the first six months must be spent paying agent deductions, which further reduces the net amount they can save.

It is not surprising that many BMIs, after completing their two-year contracts, choose to extend their contracts or return to work after taking leave in Indonesia. I often meet friends who are busy planning their future. Some choose to renew their contracts with the same employer, some look for new employers through agents, and some are confused, confused between continuing to work abroad or returning to Indonesia for good.

This dilemma becomes even greater when they are no longer young. Many are worried that if they return to Indonesia and decide to return to work abroad after a few years, they will have difficulty finding a new employer. On the other hand, family factors in Indonesia, especially parents who are sick, make them feel the need to return home to care for them. This is where faith and belief play an important role. Only with the belief that sustenance does not only come from Hong Kong, but can come from anywhere as long as we strive and pray, can they find the answer to their confusion.

The opportunity to serve and care for parents is a precious moment, which may not come again. Don’t regret it later because you chose money over being with your family. I can only give a little input to my confused friends, without meaning to preach.

Journey Conclusion: Sincerity and Patience

Without realizing it, my journey as a BMI has almost reached its end. Most of the two years of this journey have been passed with patience and sincerity. I am sure that with the right intention and maximum effort, the results I get will be blessed and beneficial. Whatever results I bring home, I am sure that this journey will not only bring material benefits, but also spiritual ones. As BMI, we are not only fighting for worldly success, but also to achieve success in the afterlife by maintaining our intentions, sincerity, and good relationships with family and others. []

(Visited 7 times, 1 visits today)
Avatar photo

By Marsih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.