Ruqyah syar’iyah adalah metode terapi spiritual dengan cara membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau doa-doa yang bersumber dari sunnah Rasulullah saw. Ini bukan sekadar ritual, melainkan sebuah jalan untuk mendapatkan ketenangan batin dan kesembuhan melalui kekuatan iman. Pada Minggu, 13 Oktober, di Masjid dan Islamic Center Kowloon, sebuah acara ruqyah diadakan, mendatangkan seorang ulama dari Probolinggo, Habib Sayid Mahdi Almuhdor. Acara berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 15.00, dengan jeda istirahat dan shalat berjamaah saat Dzuhur.
Bagi saya, ini adalah pengalaman pertama mengikuti ruqyah syar’iyah secara langsung. Sebelumnya, saya sering mendengar tentang ruqyah, tetapi kesempatan untuk mengikuti secara langsung selalu belum datang. Selama bertahun-tahun bekerja sebagai BMI, baik di Hong Kong maupun ketika masih di Indonesia, momen seperti ini sangat jarang. Maka ketika saya mendengar bahwa Majelis Asalamah Hong Kong akan mengadakan event dakwah dan ruqyah, tanpa ragu saya langsung mendaftar. Bahkan, enam bulan sebelum acara berlangsung, saya sudah memastikan diri terdaftar, bukan hanya karena penasaran, tetapi karena ingin merasakan langsung bagaimana ruqyah dapat membawa ketenangan dan kesembuhan.
Salah satu topik yang paling menarik dan sangat berharga dari acara ini adalah pembahasan tentang penyakit ‘Ain. Bagi seorang Muslim, istilah ini mungkin tidak asing. Penyakit ‘Ain adalah gangguan yang disebabkan oleh pandangan iri atau kagum seseorang tanpa mengucapkan “MasyaAllah.” Pandangan ini, jika tidak diiringi dengan doa, bisa membawa dampak negatif yang serius.
Habib Sayid Mahdi Almuhdor menceritakan sebuah kisah yang menyentuh hati. Ada seorang mempelai wanita yang sedang dirias sebelum akad nikah. Dalam kekaguman, ibunya terus memandangi wajah cantik anaknya tanpa mengingat bahwa kecantikan itu adalah pemberian Allah. Tanpa disadari, ia telah memandang anaknya dengan pandangan penuh kekaguman, namun tanpa perlindungan doa. Setelah pernikahan, hal-hal aneh mulai terjadi. Sang pengantin sering mengalami mimpi buruk, merasa diganggu oleh jin, dan bahkan mengalami kebutaan di waktu-waktu tertentu. Kondisinya semakin memburuk, hingga tak ada dokter yang bisa menjelaskan apa yang terjadi.
Atas saran dari kerabat, akhirnya sang pengantin memutuskan untuk menjalani ruqyah. Dengan izin Allah, setelah tiga kali ruqyah, penyakit yang dideritanya mulai sembuh. Kebutaan yang dialaminya berangsur hilang, dan ketenangan batin pun kembali. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Saat ia memberi kabar baik kepada orang tuanya, ia justru dihadapkan pada kenyataan pahit—ibunya telah meninggal dunia. Meski kematian adalah takdir Allah, peristiwa ini mengajarkan kita tentang betapa pentingnya selalu ingat untuk berdoa dan menjaga hati dari perasaan iri atau kagum yang berlebihan.
Kisah ini membawa pelajaran besar bagi kami yang hadir. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tergoda untuk memamerkan hal-hal baik yang kita miliki, baik itu melalui media sosial maupun dalam interaksi langsung. Padahal, tindakan seperti itu bisa memancing perasaan iri dari orang lain, yang tanpa disadari bisa mendatangkan bahaya. Habib Sayid mengingatkan kami semua untuk lebih bijak dalam menjaga hati dan perilaku. Apa pun yang kita miliki, kita harus ingat bahwa semua itu adalah titipan Allah dan harus selalu disyukuri, bukan dipamerkan.
Acara ruqyah diakhiri dengan doa bersama dan pembacaan Yasin serta tahlil untuk mendoakan para sahabat buruh migran Indonesia yang telah berpulang. Dalam satu pekan, ada tujuh BMI yang meninggal dunia. Dengan air mata yang tak terbendung, kami mendoakan agar mereka mendapat tempat terbaik di sisi Allah, dan perjuangan mereka di negeri rantau dihitung sebagai amal kebaikan yang membawa mereka menuju husnul khotimah.
Pengalaman mengikuti ruqyah ini bukan hanya menggugah hati, tetapi juga memberikan kesadaran baru tentang betapa rapuhnya hidup ini. Dalam setiap perjalanan, kita selalu dihadapkan pada berbagai ujian, baik itu dalam bentuk penyakit, cobaan, ataupun godaan duniawi. Namun, dengan iman yang kuat dan selalu berserah diri kepada Allah, kita bisa melewati setiap ujian dengan penuh ketenangan.
Semoga acara-acara seperti ini bisa terus diadakan, karena bukan hanya memberikan ilmu, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Terima kasih kepada Majelis Asalamah Hong Kong yang telah mengadakan acara yang begitu bermakna ini. Bagi teman-teman yang belum pernah mengikuti ruqyah, saya sangat menyarankan untuk mengikuti di kesempatan berikutnya, karena ada banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik, lebih tenang, dan lebih penuh rasa syukur.
Da’wah and ruqyah with Habib Sayid Mahdi Almuhdor
Ruqyah Syar’iyah is a spiritual therapy method by reading the holy verses of the Qur’an or prayers sourced from the Sunnah of the Prophet. This is not just a ritual, but a way to get inner peace and healing through the power of faith. On Sunday, October 13, at the Kowloon Mosque and Islamic Center, a ruqyah event was held, bringing in a cleric from Probolinggo, Habib Sayid Mahdi Almuhdor. The event took place from 10:00 to 15:00, with a break and praying in congregation during Dzuhur.
For me, this is the first experience of following Ruqyah Syar’iyah directly. Previously, I often hear about Ruqyah, but the opportunity to follow directly has not yet come. Over the years working as a BMI, both in Hong Kong and while still in Indonesia, moments like this are very rare. So when I hear that the Asalamah Hong Kong assembly will hold a da’wah and ruqyah event, without hesitation I immediately registered. In fact, six months before the event took place, I had confirmed myself registered, not only because I was curious, but because I wanted to feel firsthand how ruqyah could bring peace and healing.
One of the most interesting and very valuable topics of this event is a discussion of ‘Ain disease. For a Muslim, this term may be familiar. Ain’s disease is a disorder caused by a person’s view or admiration without saying “masyaallah.” This view, if not accompanied by prayer, can bring a serious negative impact.
Habib Sayid Mahdi Almuhdor tells a story that touches the heart. There is a bride who is being selfly before the marriage contract. In admiration, his mother continued to stare at his child’s beautiful face without remembering that beauty was a gift from God. Unwittingly, he had seen his child with a look of admiration, but without the protection of prayer. After marriage, strange things began to happen. The bride often experiences nightmares, feels disturbed by jinn, and even experience blindness at certain times. His condition worsened, so that no doctor could explain what was happening.
On the advice of relatives, the bride finally decided to undergo ruqyah. With Allah’s permission, after three times ruqyah, the disease he suffered began to heal. The blindness that he experienced gradually disappeared, and the inner peace returned. However, happiness did not last long. When he gave good news to his parents, he was actually faced with a harsh reality – his mother had died. Although death is God’s destiny, this event teaches us about how important it is to always remember to pray and keep the heart from jealousy or excessive amazed.
This story brings a big lesson for us who are present. In everyday life, we are often tempted to show off good things we have, both through social media and in direct interaction. In fact, such actions can provoke feelings of jealousy from others, which can unwittingly bring danger. Habib Sayid reminded us all to be wiser in maintaining our hearts and behavior. Whatever we have, we must remember that all of that is a deposit of God and must always be grateful, not exhibited.
The Ruqyah event ended with a joint prayer and reading of Yasin and Tahlil to pray for the friends of Indonesian migrant workers who had passed away. In one week, there were seven BMI who died. With unstoppable tears, we pray that they get the best place in the sight of Allah, and their struggle in the overseas country is counted as a good deed that leads them to Husnul Khotimah.
The experience of following this ruqyah not only inspires the heart, but also provides a new awareness about how fragile this life is. In every trip, we are always faced with various tests, both in the form of disease, trials, or worldly temptations. However, with strong faith and always surrender to God, we can pass every test with full calm.
Hopefully events like this can continue to be held, because not only provide knowledge, but also become a means to draw closer to Allah SWT. Thank you to the Asalamah Hong Kong assembly for holding this meaningful event. For friends who have never followed Ruqyah, I strongly recommend following the next occasion, because there are many valuable lessons that we can take to live a better life, calmer, and more full of gratitude.