Oleh : Tammasse Balla

Di lorong-lorong kehidupan yang sempit dan berliku-liku, seringkali kita berjalan seorang diri. Langkah-langkah kita dipenuhi debu cemoohan dan terjalnya kerikil hinaan. Dunia tampak berat sebelah, seolah-olah keberpihakan tak pernah singgah pada yang sederhana. Namun, tahukah engkau, bahwa matahari pun tak serta-merta bersinar terang di fajar yang muram. Ia menunggu giliran dengan sabar, lalu hadir dengan kemegahan yang tak terbantahkan. Biarlah engkau dibungkam hari ini, sebab waktu akan membacakan “puisimu” kelak.

Orang-orang yang silau akan sinar kesuksesan sering lupa bahwa cahayanya lahir dari gelapnya kesendirian dan tangis yang ditelan malam. Mereka mencibir dari kejauhan, memelihara iri dalam dadanya, dan berharap engkau tersandung oleh batu yang dulu mereka lemparkan. Saudaraku para petarung kehidupan, teruskah melangkah. Jangan menoleh ke belakang pada suara-suara sumbang, karena burung tak perlu menjawab ejekan angin saat ia sedang belajar terbang.

Ketika engkau miskin, mereka melengos. Ketika engkau tak dikenal, mereka memalingkan muka. Dunia seolah-olah menyamakan harga manusia dengan jumlah emas di sakunya. Namun sejatinya, martabat tak bisa dicetak dalam lembaran-lembaran rupiah, dan kehormatan tak bisa dibeli di pasar kekuasaan. Ingatlah, kemiskinan bukan kehinaan. Ia hanya keadaan, bukan keputusan. Buktikan kerja kerasmu sebagai doa yang sedang berjalan, menunggu dikabulkan dalam bahasa semesta.

Jangan heran bila keberhasilanmu nanti mengundang iri lebih dari apresiasi. Mereka yang dulu memandangmu kecil akan terpukul oleh kenyataan bahwa engkau tumbuh tak dengan pujian, tapi dengan luka yang tak terdengar. Mereka lupa bahwa pohon paling tinggi adalah pohon yang paling sering diterpa angin. Ia tetap berdiri, karena akarnya menggenggam bumi dengan cinta dan keteguhan.

Saat mereka datang “melempar handuk” di hadapanmu—bukan karena kalah dalam pertandingan, tapi karena lelah membenci keberhasilanmu—jangan kau balas dengan dendam. Balaslah dengan senyum. Jiwa yang pernah dicaci, tak akan mencaci kembali. Biarkan mereka melihat bahwa engkau telah menjadi bukti bahwa Tuhan lebih tahu waktu yang tepat untuk mengangkat hamba-Nya.

Dunia bukan tidak adil, ia hanya menunda keadilan itu agar engkau tumbuh matang, tidak pongah, dan tetap rendah hati. Seperti hujan yang tak langsung turun di musim kemarau, tapi saat ia datang, tanah yang kering akan menumbuhkan bunga yang harum. Dengan demikian, walaupun engkau mendapat perlakuan kurang menyenangkan, bersabarlah. Biarkan dunia mencatat, bahwa engkau bukan hanya menaklukkan takdir, tapi juga mengubah pandangan manusia tentang makna sebuah perjuangan.

Suatu masa, saat engkau duduk di singgasana sederhana milikmu sendiri—di mana hatimu tenang, keluargamu damai, dan hidupmu bermanfaat bagi sesama—engkau akan tahu: dunia memang adil bagi mereka yang bersungguh-sungguh. Dunia tetap adil. Ia tak memberi jalan yang mudah, tapi ia memberi makna pada setiap langkah. Dunia itu adil, tapi hanya kepada mereka yang tidak berhenti melangkah meski tak ada yang menyambut. [HTB]

Hotel Anvaya , Kuta-Bali, 21 Juni 2025
Pk. 09.57 WITA

(Visited 17 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.