Oleh : Tammasse Balla
Di panggung kehidupan ini, setiap manusia ibarat bintang di langit malam—berbeda terang sinarnya, namun semua punya cahaya yang memberi makna pada cakrawala. Tidak ada insan yang hadir ke dunia ini tanpa bekal. Ada yang membawa kecekatan tangan buruh, ada pula yang dianugerahi benak tajam seorang negarawan. Semua hadir membawa peran, menari dalam irama takdir yang tak pernah seragam.
Jangan anggap remeh mereka yang berkeringat di ladang atau membenamkan tangan ke dalam lumpur kehidupan. Mereka adalah matahari pagi yang menyinari perut bangsa yang lapar. Tangan mereka, meski kasar, adalah pena tak bersuara yang menulis keberlangsungan hidup negeri. Mereka yang duduk di singgasana kekuasaan pun, sesungguhnya hanya dapat menata bangsa jika mendengar detak jantung rakyat kecil.
Lihatlah tukang sapu jalan—ia bukan sekadar pembersih debu, melainkan pemelihara wibawa kota. Daun-daun kering yang disapunya adalah cerita tentang keindahan yang tak ingin dilupakan. Ia adalah puisi yang bergerak, meski tak bersuara, ia menyampaikan makna tentang kesungguhan yang sering luput dipandang.
Manusia seperti air sungai—ada yang deras mengalir sebagai pemimpin gagah, ada pula yang mengalir tenang di ladang-ladang kehidupan. Tak perlu semuanya menjadi ombak yang menggulung, sebab damai dan ketenangan pun adalah bagian dari keindahan. Keberagaman watak dan kemampuan adalah simfoni yang Allah ciptakan untuk memperkaya kehidupan.
Tak seorang pun berhak menepuk dada, seolah dirinyalah puncak gunung tertinggi. Sebab di balik keberhasilan seseorang, sering ada tiang-tiang tak terlihat yang menyangga. Bisa jadi itu ibunda yang tak henti berdoa, guru yang sabar mengukir pikiran, atau petani yang menyumbang nasi dalam piringnya. Tiap manusia adalah simpul dalam jaring makna yang saling bergantung. Saling mrmbutuhkan antara satu dengan yang lain.
Jangan pernah tertipu oleh pakaian, jabatan, atau kefasihan berbicara. Kadang, kebijaksanaan bersemayam di hati tukang becak, dan kesombongan justru berdiri di balik meja direktur. Allah membagikan kelebihan dan kekurangan laksana warna dalam pelangi—tak ada yang lebih mulia dari yang lain, sebab semua saling melengkapi untuk menampakkan keindahan.
Saudaraku, hormatilah tiap jiwa yang bernapas. Karena bisa jadi, manusia yang engkau remehkan hari ini adalah pelita yang akan menuntunmu di lorong gelap esok hari. Dalam buku semesta, tak satu pun makhluk diciptakan sia-sia. Tiap manusia adalah bait dalam syair kehidupan—unik, tak tergantikan, dan menyimpan hikmah yang patut direnungkan.(OTW ke Ulu Watu Bali, 21 Juni 2025 Pk. 17.11).